Selasa, 03 Desember 2013

Selamat Ulang Tahun Cinta Pertama.

Buatmu 6 Mei 1992

Kita pernah sepakat untuk tak satukan rasa, untuk membiarkan semuanya termakan waktu, yang terlupakan oleh jarak yang terbentang. Kita bertahan, terus bertahan, namun semua diluar dugaan, sesuatu yang telah kita tolak mulai menampakan diri hari demi hari.

Mungkin saja kamu hari ini berbeda dengan kamu yang setahun yang lalu, aku sengaja tidak mengungkapkan ini dihadapanmu karena aku tak pandai dalam berucap namun sebenarnya hati ini ingin sekali bertemu denganmu. Kamu telah tumbuh menjadi seorang pria dewasa yang memilih luar kota untuk meraih dan menimba ilmu. Sungguh kita sepertinya semakin jauh. Untuk bertatap muka saja waktu tak memperkenankan kita apalagi untuk saling meningat? Kita telah lupa terlebih yang pernah terjadi dulu waktu kamu masih disini.

Waktu bergerak begitu cepat ya kak, pertemuan dan perpisahan berganti-ganti seperti baju yang melekat ditubuh kita. Dulu kamu masih sempat tersenyum lepas dihadapanku dengan seragam psiarmu yang mungkin sekarang sudah berubah ntah senyuman manis itu kamu berikan untuk siapa disana. Dulu aku hanya perempuan lugu yang baru menamatkan bangku SMA yang masih belum paham apa itu kehilangan, kecewa dan sebagainya tapi kamu mengajarkan semuanya tentang hal itu kepadaku. Kita berproses dalam waktu, bertambah dewasa dalam takdir yang kita tekuni, semua telah berbeda dan tak lagi sama, meski kamu tak pernah tau bahwa hati ini masih berpihak padamu, sering kali orang-orang didekatku berusaha menggantikan posisimu namun hati ini masih saja tak mau terbuka, ntah hati ini paham kemana ia akan pulang ketempat zona nyamannya (hatimu).

Apakah kamu masih orang yang sama, pria dengan sikap yang sederhana yang mampu melayangkan setiap bayang-bayang menjadi kebahagiaan yang mengalir pelan? Apakah kamu masih menjadi laki-laki dengan senyum manis yang sering kali kucari keindahannya dengan diam-diam menatapmu? Ceritakan padaku apa yang kamu alami selama setahun kemarin sejak kamu meninggalkan kota kecilku ini? Kebahagiaan yang berlipat-lipatkah? Aku yakin kamu selalu bahagia, karena kebahagiaanmu masih sering kurapal dalam doa setiap sejudku.

Kita sudah lama tak saling bertatap mata, tapi aku tak pernah lupa sinar matamu ketika menatapku dengan lugu. Aku tak bisa senyummu yang sering kali membuatku bertanya-tanya, tak pernah ada diksi yang pas untuk mengungkapkan perasaanku dulu. Mungkin kamu masih ingat, aku dulu masih sangat kecil untuk berbicara tentang cinta. Karena hatiku belum siap memahami yang terjadi saat itu, kita banyak menjalani perasaan yang terkesan maya tapi begitu nyata. Setiap pertemuan adalah goresan baru, aku berharap tak akan ada penghapus yang mampu menghilangkan hari-hari yang menyenangkan yang pernah kita lalui.

Kamu mengajarkan banyak rasa, canggung, malu-malu, berbohong pada perasaan sendiri, bingung, memendam dan enggan banyak komentar. Sosokmulah yang memacu seringnya jari ini mengetik satu demi satu kata dalam catatan harianku disini hingga tercipta tulisan aneh, absurd, tak jelas, dan mungkin kamu sendiri membacanya menganggap ini berlebihan, namun ini tidak bagiku, karena banyak derai air mata yang menjadi saksi bisu ketika jari-jariku ini mengetik satu demi satu kata yang sering kali tertuju padamu. Pemilihan kata yang masih begitu berantakan, mungkin jika saat itu kutunjukkan padamu kamu pasti tertawa lepas tentang apa yang barusan kutulis. Betapa manisnya kita dulu, meski tak lama waktu yang kita lalui berdua tapi sampai saat ini saat-saat itulah yang masih membekas sampai detik ini. Semua seperti mimpi dan sulit sekali diputar ulang. 

Diumurmu yang semakin bertambah, duapuluhdua tahun rupanya, aku hanya ingin mendoakan cita-cita dan harapanmu dulu yang sempat kamu ceritakan. Kamu bilang setelah purna dan kerja kelak kamu mau mencoba menjadi pengusaha,dan kerja dikota besar. Rindukah kamu dengan percakapan-percakapan yang mengundang tawa waktu dulu itu?

Dulu aku tak pernah terpikir untuk memperjuangkanmu, aku hanya tau kalau perasaanmu begitu unik dan menyenangkan yang tidak pernah kutemui seblumnya didiri orang lain disekitarku. Kamulah yang pertama kali membuat hati ini tegoncang. Aku masih ingat betul jalan-jalan mana saja yang pernah kita lewati berdua dikota kecilku ini, tempat-tempat mana saja yang pernah kita singgahi, hingga jaket yang pernah kamu kenakan waktu itu masih sering aku pakai dalam kondisi apapun. Mencari-cari tempat yang agak jauh dari keramaian agar tak berpapasan dengan pengasuhmu dikampus, melewati jalan yang jarang sekali kita lewati. Nampaknya tempat-tempat yang kita kunjungi bersama waktu itu kini sudah banyak berubah. Begitu juga aku dan kamu yang sudah banyak berubah. Dibalik ingatan yang ada, menyakitkan memang jika aku masih selalu mengingat banyak hal yang tak sepenuhnya kamu ingat.

Kita sudah lama tak bertemu, bagaimanakah wajahmu sekarang?Masihkah tatapanmu lembut seperti dulu? Apakah suaramu masih hangat dan tertawamu masih begitu menyejukkan? Berahagialah diumurmu yang baru, semoga kebahagiaan dan sepaket cita-citamu selalu terwaujud dengan kuatnya usahamu. 


Pontianak, 06052014
Ketika kita tak sempat bertemu
aku harap kamu sehat dan baik-baik saja disana
pulanglah sebentar
aku merindukanmu
juga kita yang dulu

Rabu, 06 November 2013

Bisakah kita bertemu sebentar?

Malam tak selalu sama disini. Setiap jalan, setiap gang, dan setiap pekarangan rumah tidak selalu sepi. Kota ku yang dulu juga menjadi kotamu, dan sering aku dan kamu menyebutnya sebagai kota kita kini tak lagi muncul dalam otak ku. Sejak kamu pergi meninggalkan kota ini, aku merasa ini memang kota ku dan kamu pantas melupakan kota kita ini.

Rasanya memang sulit, melupakan peristiwa yang sengaja diciptakan untuk tidak dilupakan. Dikota ini, kita banyak bercerita, hingga perasaanku tak bisa ku gambarkan lagi kala itu, aku mulai merasa kamu akan jadi seseorang yang istimewa, seseorang yang suatu saat mengubahku menjadi wanita berbeda. Tapi ternyata semua memang hanya kiasan. Kamu yang ku tunggu lebih senang menjamu hal yang semu. Aku menunggu hingga aku tak bisa lagi menunggu.
Keputusanmu untuk pergi meninggalkan kota kita karena meneruskan pendidikan. Apa pedulimu? Apa pedulimu dengan luka-luka yang sengaja kamu titipkan disini hingga harus aku yang memulihkannya SENDIRIAN? Kamu hanya sering mengirim berita bahwa kabarmu disana baik-baik saja, berpuluh-puluh pesan singkat yang hampir tiap hari kuterima darimu, apakah tulisan bagimu sudah cukup menjadi obat pengering lukaku?

Jangan kira aku sudah melupakan semuanya, ponsel disamping laptopku ini begitu banyak kenangan yang tak bisa ku jelaskan satu per satu, disini masih banyak tersimpan pesan-pesan manis yang kamu kirim ketika malam datang dan menjemputku untuk beranjak naik ketempat tidur.

Apa yang menyenangkan dalam jarak sejauh ini? Aku tak bisa menatapmu dan jemariku tak bisa menyentuh lekuk wajahmu. Apa yang bisa kita harapkan dari jarak ratusan kilo meter yang memisahkan kita? Ketika rasa rindu menggebu, dan ku tahu kamu tak ada disisiku. Sejauh ini kita masih bertahan, entah mempertahankan apa, karena yang kurasa sekarang, cintamu nyata namun berbayang.

Dalam jarak sejauh ini, masihkah kita saling mendoakan? Seperti saat dulu kita masih berdekatan. Aku hanya bisa menatap fotomu, diam-diam merapal namamu dalam doa, mendengarmu dari ujung telepon. Kulakukan semua seakan baik-baik saja, seakan aku tak terluka, seakan tak ada air mata, aku begitu meyakinkanmu, bahwa tak ada yang salah diantara kita. Dan apakah disana memang kamu baik-baik saja? Apakah rindu yang kita simpan dalam-dalam akan menemukan titik temu?

Sayang, aku lelah

Pulanglah..

Sabtu, 12 Oktober 2013

Komit Itu Sebenarnya Masih Terus Ku Genggam.

Ntah apa ini, keyboard notebookku seperti ada magnet dengan kesepuluh jari tanganku, seperti memanggil memintaku untuk bergegas menulis beberapa paragraf yang mungkin kamu anggap hal bodoh. Hanya terdengar dentikan jam dinding yang kudengar, iya ini memang sudah 02:12AM. Tugas yang setiap hari berteman denganku selalu menemani hingga pagi menjelang, terkadang sampai pada titik jenuh yang tak tahu memusnahkannya dengan apa, ketika layar handphoneku bertuliskan namamu dengan nada panggilan yang memang buatmu sersentak penat itu seakan pergi entah kemana, aku sendiri terkadang bingung, kenapa seseorang yang jauh disana saja bisa menghilangkan kejenuhan karena tugas-tugas kuliahku sedangkan mereka yang ada disekitarku tak mampu akan hal itu.
Resah kadang datang ketika tak mendengar suaramu dari ujung telpon genggamku ini, namun resah ini ku pikir sewajarnya, tapi kamu buat keadaanku semakin tak baik-baik saja. Kamu seakan tak berpihak pada keinginan kalau kamu "mempertahankan hubungan kita", aku tak ingin menuntut semua waktumu disana karena aku tak berhak meminta. Aku sadar diri akan aku yang belum sepenuhnya milikmu, apalagi kamu terlihat seakan tak mempertahankan.

Ada harapan yang kamu janjikan, selalu seperti aku mengharapkan perkataanmu dulu "mau dimanapun kakak, kalau kita digariskan buat sama-sama kakak tetap sama adek. Rasa ini masih sama seperti pertama kakak kenal sama adek, sama sekali tak berkurang" aku ingin apa yang kamu katakan tadi benar adanya hingga saat ini meski kita terpaut jarak berkilo-kiometer jauhnya. Aku rindu semuanya, semua tentang kesibukanmu yang mudah berbagi denganku mulai dari apel pagi hingga apel malam waktu kamu disini, dikota ini. Setidaknya kamu menganggapku ada denganmu, melakukannya semua dengan baik dan menjaga hubungan kita dengan baik

Aku tak ingin berhenti sampai disini kak, sudah terlalu banyak perjuangan yang kita lakukan selama ini. Pertemuan yang kamu sendiri tak kenal lelah selama dalam perjalanan, begitupun aku, aku tak ingin menyerah hanya karena berjuang sendiri. Kamu ingat waktu kita mencoba bertemu disuatu perbelanjaan dan kita coba mencari satu sama lain, namun hasilnya nihil? Ingat jugakah dengan dinginnya malam kamu berhasil melawan demi datang kerumah kecil dibagian selatan kotaku demi menemui kedua orang tuaku dan itu pertemuan pertama kita, masih ingat kah?
Tersadar sudah berapa banyak pengorbanan yang kamu lakukan untukku, menemuiku, meluangkan waktu untukku meski sekedar menerima telpon hingga bermenit-menit lamanya. Semua itu demi agar kerinduanku terhadapmu tak berarti sia-sia bukan kak?

Tak banyak inginku, aku ingin kamu kembali dengan semua komit yang kita buat sebulan sebelum kamu meninggalkan kota kecilku ini, mengingat kembali semua yang kita lewati bersama meski bisa dihitung jari pertemuan kita, mengingat kembali apa yang sudah kita perjuangkan demi kita buat bertemu, meski mungkin kamu anggap itu hal yang sepele, namun berarti besar kenangannya buatku. Bukan justru menghilangkan semua komit kita hanya karena emosi sesaat waktu itu, sudah jelas itu salahku, namun semua berawal dari siapa hingga aku berani melakukan sesuatu yang tak pernah kulakukan sebelumnya. Sudahlah.. tak ada ujungnya jika kita mengungkit itu kembali. Terlalu banyak harap yang kamu timbulkan hingga kekecewaan sering datang menghampiriku tak akan menyurutkan kalau aku ingin benar-benar mempertahankanmu.

Sungguh disini bukan sedikit yang menganggapku lebih dari teman, namun semua tak ku gubris dengan terkuncinya komit kita yang dulu. Justru semakin jauh aku semakin percaya padamu, bahwa disana kamu bisa menjaga dirimu,terlebih menjaga hatimu buatku disini, begitupun aku. Hanya saja aku tak tau harus menjelaskannya bagaimana dan seperti apa agar kamu tau bahwa disini (hati) masih tertata rapih nama serta do'aku agar kamu disana selalu baik-baik saja meski kita tak bertemu. Aku sadar kalau kita masih terlalu dini membicarakn komitmen, tapi aku tak ingin hubungan kita disia-siakan dengan keegoisan karena alasan KAMU TAK BISA BERHUBUNGAN JARAK JAUH!!!!

Sabtu, 05 Oktober 2013

5 Oktober, Masih adakah KITA dalam jarak sejauh ini?

Sebelumnya Dirgahayu TNI yang ke-68 "Kartika Eka Paksi, Jalesvava Jaya Mahe, Swa Bhuawana Paksa" Jaya selalu didarat, air dan udara!!! :)

5 Oktober 2012, tepat setahun aku mengenal pria itu. Pria dengan wajah garang, berkulit sawo matang, hidung yang lebih tinggi dariku, dan bermata sendu yang mampu meluluhkan hati ini sampai sekarang. Perkenalan kami sederhana, maya, dan tak sengaja. Aplikasi yang bernama facebook tak bersalah itu membuat 31 Agustus 2012 tidak semonoton yang aku kira.

Dia pendengar yang baik, dia juga pencerita yang baik karena ceritanya selalu menyenangkan dan menyegarkan. Semakin hari semakin dia mengajak pikiran saya untuk melihat kehidupan dari berbagai sisi pandangan, sejak itu aku masih dikatakan kecil, bocah yang belum genap 17tahun dan masih duduk dibangku SMA semester V, aku mencintai isi otak pria ini.

Dia sosok pria yang mungkin telah diciptakan Allah sebagai pemberi perhatian dengan kualitas terbaik untuk setiap wanita yang dikenalnya. Pria mandiri yang selalu mengerjakan segalanya sendiri ini mampu mendobrak pintu hati yang telah aku kunci berbelas tahun lamanya. Pria yang taat kepada penciptanya, satu waktu shalat yang tertinggal rasanya belum pernah aku dengar dari mulutnya, begitu juga dengan ibadah sunnah lainnya. Dia selalu tertutup dengan apa yang dikeluhkannya, justru aku yang kadang mengeluh karena sesuatu padahal aku tau aku mampu mengerjakannya, tapi ada beberapa hal yang aku benci darinya, dia lupa jam istirahat ketika berkutat dengan tugas-tugasnya dikampus, dia lupa waktunya makan, padahal dia sering mengingatkanku akan hal itu, kata-kata yang sampai sekarang masih jelas diingatanku "kalau udah jamnya makan ya makan! jangan nunggu lapar dek". Tapi dengan segala keanehan yang dia miliki, saya senang dengan perhatian-perhatian kecil yang dia berikan kepada saya, dulu.

Setahun yang lalu, tepat ditanggal 5 Oktober 2012 kami resmi mengungkapkan segala perasaan yang kami miliki, dengan sabarnya pria itu menunggu jawabanku sebulan lamanya namun rasa itu tak pernah luntur sedikitpun sampai saat ini meski kami berada dikota dan pulau yang berbeda. Banyak yang kenangan mulai tanggal itu, kita adu mulut gara-gara jaringan, kita tertawa hal-hal kecil meski hanya via udara, dan banyak lagi yang tak bisa aku jelaskan satu per satu, hingga dia datang menghadap kedua orang tuaku dimalam itu 27 Oktober 2012, dimana dia meminta alamatku untuk bertamu sekarang juga, ku pikir itu hanya gurauan, ternyata dia tak main-main dengan segala ucapannya. Mulai saat itu hati ini semakin yakin dengannya dan belum pernah aku sepercaya ini kepada seseorang apalagi terhadap lawan jenis.

Masih ingat dengan pertemuan kita diruang tamu itu ka? Masih ingat lagu-lagu yang pernah kamu nyanyikan buatku untuk sekedar penghilang suntuk ketika seharian kita tak bertegur sapa via udara? Masih ingat tempat bercerita yang belum sempat kita kunjungi karena kepergianmu untuk melanjutkan pendidikan disana, masih ingat? Masih ingat dengan rumah makan yang seharusnya hanya kita berdua disitu tapi ternyata ada temanmu? Masih ingat dengan tugu yang ingin kita kesana waktu kamu pesiar tapi disana ramai dengan pengunjung dan akhirnya kita lanjutkan dengan ketempat lain, masih ingat kamu ka? Masih ingat gantungan kunci yang aku titipkan buatmu dan baru kali itu aku memberikan barang kesayanganku buat orang lain, aku harap kamu mampu menjaganya dengan baik.

5 Oktober 2012 hanya menjadi tanggal menyesakkan yang mengingatkan saya pada sosok pria yang berhasil merampas perasaan dan rasa memliki dariku.

Tapi sekarang berbeda, semenjak pria itu pergi melanjutkan perdidikan di sebuah institut di Jatinangor, Jawa Barat hari-hariku kini semakin terbiasa dengan rasa sesak hingga kadang air mata ini tak sadar jatuh sendirinya jika mengingat kenangan-kenangan kecil yang kita lalui berama sebelum dia pergi meninggalkan kota kecilku ini. Aku masih merasakan udara yang sama. Masih berdiam ditempat yang sama. Tapi yang kurasakan tak lagi sama, kesunyian ini beranama TANPAMU. 

Sebenarnya aku tak pernah ingin semuanya ini berakhir, saat semua terancang dengan hebat dan sempurna, saat perhatian-perhatian kecil itu menjelma menjadi bulir-bulir bahagia. Tapi bukankah prediksi manusia semua terbatas? Aku tak bisa terus menahan dan mengubah sesuatu yang memang harus terjadi. Perpisahan harus terjadi, dan pertemuan awal yang manis itu pasti akna memunculkan perasaan bahagia sampai detik ini selama jantungku masih berdegup.

Tidak dipungkiri dan aku tak bisa menyangkal hal ini, bahwa selama rentan waktu tanpamu, aku merasa ada sesuatu yang hilang. Ketika pagi kamu menyapa dengan lembutnya untuk bangun agar tak tertinggal waktu subuh seraya adzan berkumandang meski hanya melalui pesan singkat. Saat siang kamu sekedar mengingatkan untuk tidak terlambat makan. Saat sore kamu kembali menyapaku untuk membersihkan diri agar fokus melaksanakan ibadah shalat magrib. Dan saat malam, kamu berhasil menyulapku untuk tetap berfokus pada suaramu meski kadang kantuk tak dapat ku hindari, kamu bercerita tentang hari-harimu, lelah dan bahagiamu pada saat itu. Aku rindu, rindu semua hal yang kita lalui hingga terasa waktu begitu cepat berlalu saat kita melaluinya bersama.

Dan akhirnya perpisahan itu tiba, sesuatu yang selalu kita benci kedatangannya tapi harus kita lewati. Dengan segala ketidaksiapan yang menggerogotiku, aku harus tetap melepaskanmu. Kau temukan jalanmu, aku temukan jalanku, kita bahagia dalam jalan masing-masing, kita bahagia dalam pendidikan masing-masing. Kamu berpegang pada prinsipmu, aku berpegang pada perasaanku. Kita berbeda dan tak harus selalu jalan beriringan.

Semua berjalan begitu cepat. Sapa manjamu, tawa renyahmu, cerita lugumu dan segala yang membuat otakku penuh karenamu semua masih tersimpan didalam kepalaku ini.

Percayalah, bahwa perpisahan ini untuk membaikkan hidupmu dan hidupku, bahwa ada campur tangan Allah dibalik kejadian yang kita lalui bersama kemarin, bahwa akan harinya diamana kita dipertemukan kembali tentunya denga keadaan yang berbeda, namun hatiku tak bisa berbohong, rasaku tetap masih sama seperti pertama kita bertemu didunia maya itu., karena rasa tak pernah mati meski sudah ku bawa bermil-mil jauhnya dari ragaku sendiri. Aku banyak belajar darimu dan aku berharap kakak juga mengambil pelajaran dari pertemuan singkat ini. Semua butuh proses dan waktu saat kamu harus kehilangan sesuatu yang terbiasa kamu rasakan.

Kalau boleh jujur, meski tengah mengerjakan gambar dan ditengah-tengah kertas yang berserakkan dilantai, aku masih sering meluangkan waktu buatmu disana hanya saja beberapa hari belakangan ini saat aku membutuhkanmu untuk hanya sekedar cerita membuang lelahnya mengerjakan tugas kuliah kamu yang ntah ada dimana dan sedang apa dan bersama siapa disana. Aku hanya bisa melihatmu jika rindu ini mendesak dan tak bisa dikompromikan secara halus, dengan lugu dan kadang meneteskan air mata aku membuka album foto dihandphoneku ini untuk sekedar melihat wajahmu waktu masih disini, dikota ini. Aku tak tau harus mengungkapkannya seperti apa dan bagaimana, namun dalam shalatku ketika aku berbincang denganNya namamu tak pernah absen dari bait-bait do'aku agar kamu selalu dijaga olehNya dimanapun kamu berada, meski tak tersentuh kamu dari sini tapi aku dapat menyentuhmu dalam doa. Baik-baik ya ka disana :)

Kamis, 03 Oktober 2013

Ketika yang pergi baru terasa kehadiranmu, sahabatku.

Aku bingung mau memulai ini darimana..

Jam berganti hari, semua yang kujalani terasa berbeda, setiap langkahku untuk mendapat ilmu dari apa yang aku cita-citakan, tapi sungguh baru kali ini aku merasa kehilangan..
Dalam hitungan bulan awalnya begitu asing, aku bukannya tidak suka perubahan tapi aku benci jika memulai semua ini dari nol, kami yang biasanya selalu kemana-mana berlima kini harus terpisah satu sama lain dengan tujuan yang sama, kami berlima punya mimpi yang berbeda.

Kalian tahu? Dalam hitungan bulan sejak kita terpisah meski masih dalam kota yang sama, kalian berempat belum ada yang bisa menggantikan posisi kalian disini (read:hati), masih ingat langkah kakimu yang kencang dari lobby menuju lantai 2 ketika jam pelajaran matematika sudah dimulai Mi? masih ingat pembagian kelas XII ketika namamu berada dikelas yang berbeda dengan kita berempat Va? masih ingat dengan ledekan hidung pesek yang selalu tertuju buatmu Ndy? masih ingat dengan suaramu yang tiap jam selalu menggetarkan kelas sampai-sampai kita semua merasa risih dengan suaramu Yas? hehe semua itu justru jadi kenangan manis.

Sekarang tak lagi sama, Tyas.. ruang kita memang berbeda tapi kita masih dalam satu langit yang sama. suaramu yang ...... ntahlah aku binggung mau mengungkapkannya seperti apa membuat pikiranku ingin kembali kekelas itu, dimana jika tak ada guru kita berempat bernyayi meski tak jelas lagunya apa. Mimi.. meski dalam kampus yang sama denganku tapi waktu bertemu jarang sekali kita temui, selalu mencari celah agar bisa bertemu namun kenyataannya selalu berbanding terbalik, teman sebangku meski langganan terlambat namun kalau dia tak ada aku mendadak bengong dari awal jam pelajaran sampai jam pelajaran berakhir, sungguh aku rindu curhatan kita dibangku yang kadang sampai meneteskan air mata tanpa melihat waktu. Eva.. anak yang selalu sabar menghadapi apapun, meski badannya yang paling langsing diantara kami hehe (fakta) dan tetap kuat terlebih hatinya, mungkin beton yang keras tak mampu memecahkan hatinya yang begitu strong, terlebih jika membahas perasaan, jika kita curhat kedia.. sudah seperti guru BK dia mendengarkan, meski kadang solusinya sedikit ekstrim hehe. Windy... ah ini dia yang selalu memenuhi berandaku ketika handphoneku ini sedang membuka dunia maya setelah aku membuat tugas kuliah, ntah berpuluh-puluh status galau yang sering dia posting dengan waktu yang tak pasti (biasanya tengah malam sih), masih ingat pita suaramu yang mendadak berubah layaknya anak kecil yang masih belajar bicara?

Dan moment terakhir yang masih aku simpan dan selalu aku bawa kemana-mana sampai detik ini, didalam binder kuliahku selalu kuselipkan foto kita yang terakhir sebelum Tyas pergi mengemban ilmu dikota orang dan beberapa video kita dikelas yang kadang ketika rasa sepi datang video itulah yang jadi teman akrabku walaupun belum bisa sepenuhnya menghilangkan rasa rindu tingkah laku kalian berempat.
Semua masih tergambar jelas dimemori ini, dari awal kita tak saling mengenal, masih gengsi satu sama lain sampai keluar semua tabiat kita masing-masing.

Sabtu, 28 September 2013

Inikah Rasanya Jarak?

Perlahan semua berubah. Setiap pagi aku membuka mata dan beranjak dari tempat tidur berharap hari-hariku berjalan seperti biasanya meski tanpamu. Sering kali aku terbiasa melirik layar handphone, namun tak ada lagi ucapan-ucapan manis yang memasok energiku. Ada sesuatu yang hilang di setiap pagi sejak bulan Juli itu.

Aku menjalani semua aktivitasku seperti biasa dan tentu kamu tahu itu. Dulu, kamu memang selalu mengerti kegiatan dan segala rutinitasku, namun sekarang tak ada lagi kamu yang berperan aktif dalam siang dan malamku. Tak ada lagi pesan singkat yang mengingatkan pola makan ataupun menjaga kesehatan. Bukan masalah besar memang, aku sangat tahu apa yang seharusnya aku lakukan, aku paham akan hal itu.. tapi tentu kamu tahu ka, tak semudah itu mengikhlaskan perpisahan.

Rasa ini begitu absurd dan sulit untuk dideskripsikan, aku benci pada perpisahan, entah mengapa dalam peristiwa itu harus ada yang terluka, sementara yang lainnya bisa saja tertawa ataupun bahagia. Kamu tertawa dan aku terluka, kita seperti saling menyakiti, tanpa tahu apa yang patut dibenci, kita seperti saling memendam dendam, tanpa tahu apa yang dipermasalahkan.

Jam berganti hari, dan semua berputar... tetap berotasi. Aku jalani hidupku, tentu tanpa kamu disini dan kamu lanjutkan hidupmu. Sembilan minggu setelah kepergianmu, aku mulai suka dengan air mata yang seringkali jatuh untukmu, aku mulai menikmati napas sesak yang memuncak ketika mengingatmu disana. Masih ingat rencana-rencana kecil kita ketika kita masih dalam satu kota yang sama? Masih ingat tempat-tempat yang mau kita kunjungi namun terhalang dengan cepatnya kepergianmu? Masih ingat dengan komit kita? Masih ingat dengan ledek-ledekan kecil yang membuat kita tertawa meski melalui layar handphone? Masih ingat dengan tempat dimana pertama kali kita bertemu? Semua itu masih terekam jelas dimemoriku ini, tentangmu dan Tuhan mengizinkanku hanya dalam waktu 11bulan untuk mengenalmu dikota ini.

Jarak sejauh ini tak mampu membuat kita berbuat dan bergerak lebih banyak. Seakan-akan aku dan kamu tak meiliki ruang untuk saling bertemu atau menatap. Inikah rasanya jarak yang setiap harinya hanya bisa berbincang melalui udara tanpa bisa bertemu?

Aku hanya bisa bisa menghela napas, membayangkan jika kamu bisa terus ada disampingku dan merasakan yang kurasakan, maka mungkin tak ada air mata ketika hanya tulisan dan suara yang menguatkan kita. Apalah arti ratusan kilometer jika kita masih mengeja nama yang sama? Apakah arti jauhnya jarak jika aku dan kamu masih sangat mungkin mempertahankan semuanya? Kita jarang sekali bertemu, jarang sekali bertatapan, dan jarang sekali bersama dalam waktu yang sama. Tak seperti yang lain, tapi tak masalah buatku. Rasa cemburu, rasa ragu dan rasa rindu sebenarnya itu hanya pemanis, tak ada hal yang sangat berat jiak kita melaluinya bersama.

Berbicara tentang perpisahan, benarkah kita telah berpisah? Benarkah kita sudah saling melupakan? Jika memang ada kata "saling" tapi mengapa hatiku masih terus mengikatmu? Dan mengapa saat ini kamu tak benar-benar menjauh? Kadang, jarak tak menjadi alasan untuk kita saling berbagi. Dalam serba ketidakjelasan, aku dan kamu masih saja menjalani ..... menjalani sesuatu yang tak tahu harus kusebut apa. Tapi katamu, rasamu masih sama seperti dulu, sama tak ada yang berubah. Kalau boleh jujur, kata "dulu" begitu akrab diotak, pikiran dan hati ini. Seperti ada sesuatu yang terjadi, sangat dekat, sangat dalam, sampai-sampai tak mampu menghapus begitu saja oleh angkuhnya jarak dan waktu.

Tak usah dibawa serius ka, ini hanya beberapa paragraf bodoh yang aku tulis untuk menemani rasa sepi yang seringkali datang menghantui. Sejak kamu tak lagi disini, sejak kita memilih jalan sendiri-sendiri, aku lebih sering berteman akrab dengan sepi, bahkan diantara tugas kuliahku yang membuat jemariku pegal dan diantar kertas-kertas yang berserakan aku masih saja sering mengingat tentang apa yang kita jalani dulu, iya.. itu dulu, masa lalu yang masih ada kamu dan aku. Sudah aku bilangkan sebelumnya "DULU" itu memang menyenangkan.

Sampai sekarang, tak ada status yang benar-benar jelas. Kadang kita menjauh, kadang kita berdekatan. Kita seperti daerah yang berbataskan sungai, sama-sama berhadapan tapi enggan bersentuhan. Kita terlalu sering dipsahkan jarak, terlalu sering memperdebatkan hal-hal yang sepele, tapi rindu masih menggenggam kendali, lebih jelasnya lagi KAMU DAN AKU BELUM BENAR-BENAR SALING MELUPAKAN.

Selasa, 17 September 2013

Delapan Minggu Setelah Kepergianmu.

Sudah lewat delapan minggu setelah kepergianmu darikota kecil ini dan ingatanku masih tajam mengenang kita yang pernah ada. Saya pernah kamu buat tertawa dalam setiap canda kita, dalam setiap pesan singkat, dalam setiap sambungan udara dan dalam setiap tatapan mata meski dalam hitungan jari. Saat itu saya percaya bahwa kamulah yang kelak akan membuka mataku tentang cinta, mengubah persepsi bahwa cinta selalu menghadirkan dusta dan luka. Hadirmu membuat saya yakin bahwa kita sedang menuju bahagia, tapi saya yang selalu berbicara cinta ternya bisa juga salah.

Saya pernah jadi paling bahagia dalam tawamu, saya pernah jadi paling baik-baik saja saat jemarimu masih erat menggenggam jemariku, kita pernah merasa bahwa saya dan kamu jalani ini adalah yang selama ini kita cari, kebahagiaan yang nyata meskipun kita berada dalam jarak, ruang dan waktu yang berbeda.

Apalah jarak yang hanya bisa kita artikan dengan angka, angka yang menjelaskan pertemuan itubutuh nominal yang tidak sedikit, angka yang menjelaskan seberapa jauhnya saya dan kamu, angka yang sudah menjelaskan sudah berapa hari, minggu, bulan bahkan tahun kita tidak bertemu, dan dari sekian banyak angka-angka kalau kepercayaan yang tersimpan untukmu disana tidak butuh banyak nominal, tat kala angka itu tak terhingga disini. Di hati.

Siapa sangka, kita bisa dipertemukan dalam kondisi cinta yang ruangannya berbeda. Ini bukan keinginan kita, tapi dari kondisi ruang yang berbeda kita diberikan waktu yang tidak ditentukan. Bukankah setiap rencana pertemuan hadirselalu tertunda entah kamu disana dan saya disini, selalu ada masalah yanng menunda pertemuan kita. Saya tidak tau kenapa ini terjadi, tentunya hikmah dari semua ini adalah kita diajarkan sabarang lebih, perlahan memberi arti kedewasaan untuk menyikapinya.

Saya Memilihmu
Mungkin ini terdengar lucu, ada banyak orang yang lebih baik disini sedangkan saya memilih dan bertahan dengan kamu yang jauh disana, ini berarti tanpa alasan, simplenya ketika kita dihadapkan dengan inginnya menyatukan dua hati pasti ada rasa nyaman bukan? Rasa nyaman yang menjawab beberapa alasan yang membuat orang disekitar saya bingung karena kita bisa bertahan dan memilih dengan orang yang keberadaannya saja jauh disana. Tapi bukankah rasa nyaman itu bicara selera? Selera manusia tidak sama, apalagi bicara hati. Selera hati untuk menyamakan hati sudah tentu jauh lebih sulit keberadaannya, dan yang menjawab adalah pilihan dan pilihan yang terbaik dari nyaman adalah kamu yang jauh disana.

Kakak tau saya mengalahkan prasangka ini untukmu??
Karena dengan menjalani hal yang tak bisa dikatakan mudah ini, bahkan saya berhasil keluar dari jeratan yang bisa menghentikan langkah saya kapan saja. Atas apa yang pernah yang saya pikirkan dan saya bayangkan, saya berhasil bertahan dan membalikan keadaan, pernah terbesit dalam pemikiranku berbagai macam hal yang kamu lakukan disana tanpa saya tau disini, tapi tersentak saya sadar bahwa perjuangan yang kita tanam dari awal kini sedang tumbuh, perlahan muncul batang dan daun muda yang isinya bisa dengan kecurigaan, ego yang kuat dan emosi yang meledak-ledak, tapi sampai saat ini saya masih bertahan karena saya yakin sesulit apapun keadaan dan prasangkaku memaksa, saya tak pernah membiarkan apa yang sudah kita pejuangkan sejauh ini menjadi sia-sia hanya karena emosi dan prasangka sesaat. Itupun karena saya yakin bahwa ini bukan maksudmu membuat saya merasakn hal ini, ini hanya keadaan dan keegoisan perasaan sedih dan marah karena kecewa akan suatu hal yang seharusnya bisa saya pikirkan lebih jernih lagi. Karena kenyataan tak akan mendahului masanya, dan prasangka tak akan jadi nyata jika tak diizinkan atau usaha kita merubahnya. 
Menyerah bukan opsi alternatif bagi saya, dan menyalahkan keadaan tak akan memeperbaiki apapun. Pikirkan lagi, keadaan ini menguji kita atau kita yang menguji keadaan?  Kita berhasil mengalahkan ego atau ego yang berhasil mengalahkan kita? Kita saling mengimbangi atau saling membiarkan sendiri?

Sabtu, 17 Agustus 2013

Bukankah kedewasaan ini kamu yang mengajarkan?

Tulisan ini mungkin tak ada apa-apanya dibanding apa yang saya ingin jelaskan dalam benakku, jika saya ingin jelaskan semuanya kamu akan lelah membacanya, saya ingin menulis ringkas namun tepat seperti kamu mendekatiku, seperti itu. Kita ini sedang berjauhan jangan kamu anggap saya berubah dengan saya yang dulu, saya yang kelabakan disini, saya mencoba menjelaskan semuanya bahawa saya tidak berubah sama sekali, saya tak pernah menomersekiankan kamu dan saya tak menghianati, saya disini terus mengengammu.

Tak bosan saya menjelaskan kalau saya disini baikbaik saja, disini saya tak main-main denganmu, perasaanmu keterlaluan kalau saya mengkhianati perasaanmu karena kamu tak bisa membawa komitmen kita! Perasaanmu juga yang menyiksa dirimu sendiri yang pada akhirnya menyiksa kita juga!

Apa saya lelah? Kita seperti ini, terpisahkan jarak lalu bercumbu dengan rindu yang apa adanya, kadang tersiksa kadang bahagia. Perkara jauh, hati ini tetap milikmu.
Tidak ada alasan bagi saya untuk mengertimu, setidaknya saya sedang berusaha berjuang dan mempertahankan demi kita.

Semacam Apakah ini!! Tapi saya benci ketika rindu itu hadir!

Sudah lama, ntah berapa minggu lalu, masih tergambar jelas dimemori ini detik-detik dimana kamu harus meninggalkan kota kecilku ini. Saya bisa mengerti, sedikit.

Kakak ingat kapan terakhir kita bertemu?
Mungkin kamu sudah lupa, atau sengaja tak pernah mengingatnya, atau kamu lupa siapa orang yang tulus menunggumu disini, tak ada hasilnya juga kalau saya terus merengek pertemuan. Saya tak bisa menahan apa yang semestinya rasa ini bisa dilepaskan.

Jujur saya terjebak dengan beberapa perangai orang didekat saya saat ini, mereka tulus melakukan apa yang mereka cintai disini, sedangkan saya? Saya dan kamu tak bisa ditebak, dimana ketulusan yang ada pada kita terhadap "saya yang menunggu atau kamu". Ini bukan berlebihan, ini tentang perasaan yang kesepian dalam keramaian, dan jujur, saya benci merindukanmu! Tapi saya tulus terhadap kita.
Kamu yang membutakan saya sampai sejauh ini, dengan segala rasa cinta yang saya miliki, saya tau ini berlebihan tapi ini yang saya rasakan. Tenanglah kak, dengan segala keluhan saya disini, saya tak akan mencari penggantimu, agar kamu sadar siapa yang terbaik.

Ini diluar kendali saya, seharusnya saya bisa menahan rindu. Tapi seharusnya kamu sadar, sudah terlalu lama kita terpisah. Karena hati harus memilih, terkadang penyesalan itu ada, tapi untuk apa terus menerus tenggelam dengan penyesalan karena saya telah memilihmu yang jauh disana, namun setidaknya kamu ajarkan bagaimana pengorbanan menunggu itu kamu akan bayar dengan pertemuan nanti yang ntah kapan akan terjadi. Cepatlah pulang meski disini bukan kota asalmu......

Kamis, 25 Juli 2013

Nisanmu yang kulihat atau nisanku yang kamu lihat?

Akhir-akhir ini saya sulit tidur, bukan banyak pikiran, hanya ada beberapa hal yang harus saya kerjakan, salah satunya yang membuat saya rela tidak tidur hingga subuh ya mendengar suaramu diujung telepon. Mendengar suara dan saling tertawa, itulah yang biasa kita lakukan, selain itu membaca pesan singkat yang kamu tuliskan dengan rapih. Dalam jarak sejauh ini, tak banyak yang dapat kita lakukan, selain menulis segala tentangmu dan mendengar suaramu dari ujung telepon sungguh berbeda dengan pertemuan nyata kita kemarin saat kamu belum beranjak pulang ke kota asalmu serta melanjutkan pendidikanmu disana. Iya, saya tidak akan membahas ini lagi karena selalu ingat perkataanmu.

Kita harus berjuang dan melewati yang memang tak pernah kita minta untuk terjadi. Seperti takdir, yang datang bagai pencuri tanpa permisi datang menghampiri. Ini bukan salahmu, bukan juga salah saya. Saya dan kamu sudah tahu yang harus kita hadapi. Lalu pantaskah mengeluh? Tidak, sejauh ini perjuangan kita belum sia-sia (lebih tepatnya). Apa kamu membaca nada ketidakyakinan pada saya? Manusiawi jika manusia memiliki perasaan tak yakin, karena semua yang terjadi dikolong langit ini memang penuh ketidakpastian. Tahan kotakah kita kak? Apa yang kita perjuangkan dan kita buktikan kesemua orang? Saya hanya tak ingin menyalahi kodrat Tuhan yang membuat manusia memiliki hati, punya rasa kasih, serta rasa ingin berbagi. Masih tahan kamu berjuang denganku? Kamu ternyata tidak seperti yang saya bayangkan, kamu lebih kuat, kamu lebih tegar dari yang saya kira. Jadi sudah berapa detikkah kita lewati bersama? Ah... tidak perlu dihitung. Kebersamaan bukanlah kalkulasi yang penuh dengan jawaban pasti.

Saya merasa kamar ini terasa dingin, kantung mata ini menebal, entah siapa yang menyebabkan kehitaman dibawah mata campuran Jawa-Palembang ini. Bukan salahmu, sungguh kak, Setelah selama ini kita bersama, akankah ada surga diujung sana yang menunggu kita? Sedah berapa kali tikungan kita lewati, akankah kita lewati tikungan yang lebih tajam? Tak ada yang pasti, kita hanya tahu melangkah, terus dan terus melangkah, menikamati yang ada dikanan-kiri, mempelajari apa yang ada dihadapan kita, dan menerima apa yang sudah kita pasrahkan.

Sampai kapankah kita bersama? Sampai kapan kita menyatu seperti ini? Sampai kapan perasaan ini terus bertahan? Sampai terucap kata "saya menyayangimu" saat kamu mengecup nisanku atau sebaliknya saya yang mengecup nisanmu?

Selasa, 23 Juli 2013

Kamu, Saya, Kita.

Hallo kakak ^.^ Sudah lama ya kita tak berjumpa.

Bagaimana kabarmu disana?

Bagaimana rupamu sekarang?

Bagaimana ceritamu tanpa saya disana?

Saya punya banyak cerita yang akan saya ceritakan padamu, cerita dimana langit dan bumi yang saya lalui tanpamu sekarang.

Saya bingung mau mulai darimana ini.
Baru berapa hari lalu, tapi jari ini sudah tidak tahan melihat keyboard laptop ini sunyi tanpa ada suara berdecik kecil dari jari-jari saya. Saya disini baik-baik saja kak, lebih baik yang kamu bayangkan mungkin. Setelah beberapa hari mata ini sembab karena kepergianmu namun sekarang lebih lega karena ada Tuhan masing-masing didalam hati kita.

Semua tentang kita dari awal kita kenal masih dalam memori ini ka, tenang saja.....
Kamu mengenalkan namamu begitu saja, suara lembutmu dan uluran tanganmu yang lembut berlalu tanpa pernah saya ingat-ingat. Semua berjalan sederhana, kita bercanda, tertawa, dan kita membicarakan hal-hal manis meskipun dari jarak yang jauh, hanya berbekal telepon genggam semua itu kita lalui bersama.

Perhatian yang mengalir darimu dan pembicaraan manis kala itu hanya saya anggap sebagai hal yang tak perlu dimaknai dengan luar biasa. Kehadiranmu membawa perasaan lain, saya tak sadar bahwa kamu datang memberi perasaan yang aneh buat saya. Ada yang hilang jika sehari saja kamu menghilang, tak mengabari saya melalui pesan singkat maupun telepon. Setiap hari ada saja topik menarik yang kita bicarakan, sampai akhirnya kita berbicara hal yang sangat menyentuh yaitu hati.

Kamu bercerita tentang mantan kekasihmu dan saya bisa merasakan perasaan yang kamu rasakan, saya berusaha memahami segala yang berkaitan denganmu.

Sering saya bertanya pada diri saya sendiri, apakah kamu sudah menganggap saya sebagai wanita spesial meskipun kita tidak memiliki status dan kejalasan? Saat bertemu, kita tidak pernah bicara banyak, hanya sesekali menatap dan tersenyum penuh arti. Ketika berbicara lewat telepon kita begitu bersemangat, saya bisa merasakan semangatmu itu dari suaramu, sungguh saya masih tak percaya segalanya berjalan begitu cepat, sekarang kita sudah dikota yang berbeda dan ntah kapan lagi kita akan bertemu. Saya berusaha meyakinkan diri saya sendiri, kamu pasti akan pulang kekota kecil ini. Saya percaya bahwa candaanmu, perhatianmu, dan caramu mengungkapkan pikiran adalah nyata pertemanan kita.

Saya tak pernah ingin mengingat kenangan sendirian, saya juga tak mau merasakan sakit sendirian, tapi ternyata?????......
Perasaan ini tumbuh begitu cepat, bahkan tak bisa lagi saya kendalikan. Siapakah yang bisa menebak perasaan cinta bisa jatuh pada orang yang tepat ataupun salah? Siapakah yang pandai mengendalikan perasaan? Saya tidak sepandai dan secerdas itu, saya hanya merasakan kenyamanan dalam hadirmu kak.

Kamu sudah menjadi sebab senyum dan tawaku, saya percaya kamu tak akan menjadi penyebab sedih dan tangisku, kamu tak akan menjadi sebab air mataku, saya sangat percaya itu kak, sangat!!!!! Kalau kamu ingin tahu, saya sudah merancang jauh-jauh hari berbagai mimpi indah yang ingin saya wujudkan bersamamu, mungkin suatu saat nanti jika Tuhan izinkan, saya percaya kita bisa saling membahagiakan.

Saya tak punya hak memintamu kembali, saya juga tak punya wewenang untuk memintamu segera pulang, masih adakah yang perlu saya paksakan jika bagimu saya tak pernah menjadi tujuan? Saya tak mau munafik, saya kehilanganmu, sangat kehilangan!! Hari demi hari dilewati dengan suaramu diujung telepon meski kita berada dikota yang sama waktu itu namun keadaan tak memungkinkan kita untuk bertemu. Dulu saya terbiasa dengan candaan dan perhatianmu, namun sekarang segalanya tiba-tiba hilang. Sebenarnya, ini juga salah saya, yang bertahan diam mekipun saya punya perasaan lebih dan kuat agar tak membiarkanmu pergi, tapi ini demi masa depanmu, masa depan saya, masa depan KITA.

Minggu, 21 Juli 2013

Rutinitas yang kamu lupakan.

Assalamualaikum kakak.
Saya ingin menyapamu dengan sederhana meskipun hanya pesan singkat, bukankah itu yang membuatmu tenang kalau saya baik-baik saja disini? iya, meskipun saya selalu berharap kamu membalasnya.
Saya masih ingat dan saya masih menyimpan pesan singkat yang kamu kirimkan dulu saat saya terbangun dari tidur, mengingatkan saya jangan pernah tinggalkan sholat.

Selamat siang kak.
Dari pagi saya menunggu kabarmu disana, tapi ntahlah kakak kemana, saya selalu berfikir kamu baik-baik saja disana. Saat ini mungkin kamu masih suntuk dengan segala rutinitasmu selama diasrama sehingga rindu akan suasana rumahmu disana dan tenggelam dalam kasih sayang kedua orang tuamu, tidak masalah bagi saya, selama kamu baik-baik saja disana. Saya selalu berpikir positif, saya tidak akan meminta banyak waktumu dan sudah seharusnya saya tidak menuntut banyak hal, bukankah kamu yang mengajarkan kedewasaan ini pada saya kak?
Tapi semakin kesini, sadarkah kamu kaau rindu ini hanya sepihak? Hanya saya yang mengalami ini, hanya saya kak.
Dulu kamu rutin mengingatkan saya agar tak lupa sholat, makan malam dan banyak hal, sayapun begitu, tapi sekarang keadaan memang berubah. Kamu menghilangkan kebiasaan "mengingatkan agar tak meninggalkan sholat itu" sementara saya? saya masih mengingatkanmu, bukankah ini sepihak?

Assalamualaikum kakak, selamat malam.
Sebenarnya saya ingin bercerita banyak hal malam ini, tapi tetap saja kamu tak peduli, itu yang membuat saya harus sadar diri. Mungkin kakak lupa akan rutinitas kita dulu yang pernah kita lakukan hampir setiap malam setelah kamu selesai melaksanakan apel malam di kampusmu, diatas jam 9 malam saya atau kamu yang menghubungi duluan, bercerita banyak hal dan apa yang akan kita lakukan keesokan harinya, semua ini kenangan kak............
Entah dari rutinitas ini sudah kita lupakan dan tak kita lakukan kembali, saya tak pernah bosan dengan rutinitas itu karena saya lega bisa berbagi cerita yang tak mungkin saya bagi keteman-teman disekitar saya disini, itu yang membuat saya yakin padamu, setidaknya setiap malam kamu menelpon saya seakan jarak kita begitu dekat hingga membuat diri ini betah didekatmu dengan suaramu itu, rindu yang tak saya inginkan memuncak dan membuat sesak dihati ini, sadarkah kamu kak?

Saya bukan mengeluh, saya bukan mengajakmu untuk memperbaiki hubungan kita, bisa kamu tenangkan pikiranmu disana, jauh dari hirup pikuk rutinitas yang selama kurang lebih 2,5 tahun kamu disini lalu kamu mainkan ingatanmu dengan apa yang pernah kita lakukan dulu, dulu saat dimana kita mengawali hubungan ini. Jika ingatanmu sudah pulih dan tersusun rapih tentang apa yang kita awali dulu sampai saat ini, bercerminlah padanya. Saya sudah jauh-jauh hari saat saya mempertahankamu secara sepihak. Sapaan pagi, siang, sore ketika saya pulang sekolah dulu sampai malam hingga mata ini tak kuat lagi menahan rasa kantuk yang sering kamu lakukan kini semuanya terbalik, saya yang melakukannya dan saya harus melakukannya untuk mengingatkan bahwa hubungan yang sudah tertata rapih itu tidak kita sudahi dengan perbedaan-perbedaan kecil hingga saya, kamu, dan kita, disudahi dengan sia-sia. Lalu kamu kemana? Oh iya, saya lupa kamu sibuk dengan segala rutinitasmu disana untuk menamatkan diplomatmu sehingga membuat saya harus sadar diri.

Sadarkah kamu kak, kalau mempertahankan bukan hanya ada satu saja yang memperjuangkannya? Dan sadarkah kamu kalau setiap hubungan harus ada saya dan kamu? Bukan saya yang mempertahankanmu saja, saya yang selalu mengingatkan komitmen, kepercayaan dan bagaimana mengetahui siapa yang mengabari dan dikabari, komunikasi harus kita pegang erat.

Sekarang, seakan kamu tidak butuh lagi komunikasi layaknya yang kamu lakukan dulu, padahal ada cara yang paling sederhana untuk membuat kamu dan saya percaya "saling memberikan kabar bagaimanapun caranya melalui pesan singkat" itupun kalau kakak mau. Pernahkah kamu berpikir kalau komunikasi yang semakin berkurang saat ini membuat kita menemukan titik yang sama yaitu titik dimana kita sama-sama : JENUH.

Sabtu, 20 Juli 2013

Kota kecilku, Bumi Khatulistiwa.

Ya ampun saya sulit mendeskripsikan apa yang akan saya tulis, oh maaf ini saja belum memulai tahap penuisan hanya sebatas angan dan pikiran ntah liar kemana.
Feeling apa ini??!! Sepertinya tak mampu saya jelaskan dengan kata-kata seolah tak pasti.
Saya pikir semua berjalan begitu saja, lancar tanpa hambatan dihari itu layaknya angin yang membuat dedaunan berjatuhan tanpa ada sedikitpun rasa ragu.
Tapi ternyata semua membekas menimbulkan ruang sesak didada. Tiba-tiba semua kenangan selama 11bulan terakhir ini membuat nafas tertahan, tak dapat bersiklus secara normal.
Sesak memang, tapi air mata tak keluar sedikitpun ketika saya berhadapan langsung denganmu, Alhamdulillah!!!
Ternyata perasaan yang murni ini tak sanggup menerima kepergianmu, ingatan saya tentang awal perkenalan samapai detik ini secara tidak sadar mereview semua kenangan yang pernah kita jalani bersama. Ntah dari masalah kecil sampai perhatian-perhatian yang kita selipkan bersama begitu saya rindukan. Seolah lutut ini ingin bertekuk lemah dan menyerah dengan mendengar kepergianmu. Saya biarkan ini mengalir tanpa jeda meskipun ada yang bertentangan dengan akal sehat saya.
Seharusnya saya langsung berlalu, tanpa melewati perpisahan dengan seorang yang sangat saya percaya meskipun dalam satu kota namun saya paham dengan segala keterbatasan kami yang bisa dihitung jari bila bertemu. Ini justru membuat semuanya bertambah berat, hati gelisah antara kesedihan dan penyesalan ketika diberi waktu untuk masih bisa bertatap muka belum saya pergunakan secara baik. Tak pernah saya mendapati perasaan yang seperti ini sebelumnya.
Bila dulu hanya terdengar deringan telepon saja hati ini sudah bukan kepalang bahagianya, urusan bertemu atau tidaknya bukan jadi masalah, hanya saling menjaga kepercayaan satu sama lain dan belum membayangkan betapa sulitnya membangun kepercayaan dari jauh ketika kami terpisah jarak, status bukan masalah bagi saya, lantas yang menyesakkan ketika dia pergi untuk pendidikan disana? Semoga perasaan yang saya rasakan sama halnya seperti dirimu, ada kebimbangan tersendiri ketika kita terpisah jarak, ada sisi lain yang mungkin akan hilang seiring dengan berjalannya waktu kedepan. Tapi hati ini masih seutuhnya milikmu selama kita masih percaya satu sama lain.
Saya sadar bahwa kamu tidak akan kembali lagi kesini, setidaknya dalam beberapa tahun kedepan bahkan bertahun-tahun lamanya. Saya juga sadar kapan lagi kita bisa meraut cerita yang sama seperti kita berkenalan kemarin. Meski sekota, meski jarang bertemu namun banyak hal yang bisa saya petik dari cerita kita kemarin, banyak hal yang mesti saya pelajari, terutama tentang mengerti dan memahami orang lain. Semua itu terasa tragis saat saya belum bisa berjanji dan memberi jaminan padamu untuk saya bertemu kamu dan kembali merajut cerita bersama lagi dan menebus semua kesalahan yang saya torehkan selama berkenalan denganmu.
Kamu banyak mengajarkan saya secara tidak langsung, dari hal-hal kecil yang selalu kamu ingatkan pada saya padahal mulanya saya anggap itu hal sepele ternyata itu yang sekarang menjadi tamparan buat saya ketika melihatmu untuk yang terakhir kalinya.
Dan itulah yang menjadi sesak dihati, kontradiksi antara sedih atau menyesal dan bahagia melihat kamu pulang daerah asalmu dan kembali berkumpul dengan keluargamu yang sangat amat kamu rindukan dibagian timur sana.
Saya hanya benci perpisahan dan ketidakpastian bahwa saya tak bisa memberikan yang terbaik buatmu yang telah banyak menghiasi kehidupan saya semenjak kamu hadir.
Saya tidak anti dengan perubahan, saya hanya belum bisa terima dan benci ketika harus kembali berdaptasi dan memulai semua dari nol.
Sudahlah, saya berjanji pada diri saya sendiri karena saya perlu banyak berbenah dan banyak sekali belajar dari pengalaman yang kemarin kita ukir bersama tanpa ada rasa bimbang atau apapun ketika hilang dalam sekejap dihadapan saya sendiri, melihat dan mengantarkanmu sampai ke tempat dimana kamu datang kemari ketika 2,5 tahun lalu saja sudah lebih dari cukup buat saya.
Saya harus menghentikan tulisan ini sebelum sesak ini menjadi-jadi dihati.
Terima kasih banyak kak, kamu yang pernah menjadi bagian dari hidup saya, banyak merubah pola pikir saya, banyak mengajarkan hal-hal yang saya anggap mulanya sepele padahal itu yang menjadikan saya secara tidak langsung menjadi hal buruk yang ada didiri saya yang harus saya tinggalkan, banyak yang saya sampaikan padamu namun tak bisa saya tulis sekalipun dengan kata-kata, saya selalu ingat pesanmu, saya akan selalu ingat dengan slogan-slogan kecilmu yang membuat bibir ini tersenyum kecil ketika mendengar suaramu meski hanya diujung telepon.
"Hey kak, saya tidak akan melupakanmu yang saya khawatirkan justru kamu yang melupakan saya".
Memang perkenalan kita begitu singkat bagi saya, 11bulan tidak terasa dengan mengenal pribadi yang baik dan jujur sepertimu.
Saya percaya hidup ini keajaiban, masing-masing dari kita tidak pernah tau dipertemukan kembali atau tidak dengan seorang yang pernah menjadi bagian dalam hidup ini. Sekarang, kita harus hadapi ini bersama meski hanya langit yang menjadi atap kita dan tak lupa segala yang terbaik untukmu selalu hati ini tak pernah lelah meminta pada yang kuasa dan untuk dipertemukan kembali dalam keadaan kita yang telah mencapai cita-cita yang kita inginkan dimasa depan.
Bila saya harus menyelesaikan tulisan ini, tak banyak yang bisa saya ungkapkan karena terlalu banyak warna yang telah kamu sisipkan dikehidupan saya. Saya tidak pernah menyesal bertemu denganmu, selain sudah seperti kakak sendiri kamu juga banyak mengajarkan menjadi teman bahkan hati ini menganggapnya lebih, saya percaya setiap orang yang pernah berkenalan denganmu pasti akan merasa nyaman bila ada disekitarmu.
Semua kenanganmu, kenangan kita cukup hati ini yang menyimpannya, namamu takkan hilang dan telah terpatri didalam ingatan dan hidup saya.
Tapi maafkan ketidakmampuan hati ini untuk belum bisa mengerti akan kegiatanmu, kesibukanmu, renaca-renacamu yang telah kamu susun sedemikian rupa bahkan perasaanmu sendiri.
Semua yang terjadi padamu, pada kita, semua itu takkan mengurangi perasaan ini padamu meski kita terhalang jarak. Saya sungguh berhutang banyak padamu karena belum sempat memberikan yang terbaik sebelum kamu pergi.
Saya tidak akan sombong bahkan berubah seperti apa jika kelak kita dipertemukan lagi dengan keadaan yang sudah pasti berbeda, sungguh hati itu murni tidak berkurang rasa sayang ini sama seperti pertama kita berkenalan, saya berharap dengan keadaan kita yang seperti ini kamu tidak lantas menjadi musuh bahkan lostcontact bagi saya.
Bila dengan bencimu kamu bisa mengingat saya, saya pun harus siap dibenci karena dilupakan dengan seorang yang telah tertanam dihati sungguh sangat melukai diri ini namun hanya diam merasakan retaknya yang tak kunjung usai.
Ingat kata-katamu yang ini? "Setiap hari kita harus onfire dek" dan "Jadikan sholat sebagai kebutuhan bukan sebagai kewajiban" dan masih banyak lagi, ini yang membuat saya sangat teramat perih ditinggal olehmu.
Kejar cita-citamu kak, bahagiakan dan buatlah bangga kedua orang tuamu disana, banyak yang masih membutuhkanmu diluar sana, merantaulah semampu langkahmu karena ilmu tak pernah habis, lengan Allah yang selalu menjadi penghantar jika hati ini begitu merindukan sosokmu di Bumi Khatulistiwa ini. Saya percaya jalan cerita ini yang telah tercatat dilauhul mahfudz dan kalaulah kita digariskan untuk bersama nantinya saya yakin kita pasti bertemu lagi dan akan indah pada waktunya.
Pecaya sama adek kak.

Selasa, 16 Juli 2013

"Sesaat Sebelum Kepergianmu"

Pagi ini ntah apa yang berkecamuk dihati saya, teringat kejadian tadi malam saat saya membuka akun pribadi twitter saya, disana saya melihat beberapa temanmu berkata tentang jadwal cuti yang dimajukan, tersentak saya kaget membacanya dan hanya bisa menarik nafas yang panjang, hingga malampun semakin larut dan mata ini tidak lagi sanggup rasnya untuk membuka, sebelum terlelap tak henti air mata ini berderai dan saya hanya bisa berdoa dari sini agar kamu selalu baik-baik saja dimanapun kamu berada sekarang maupun ketika kamu pulang ke kota asalmu nanti.
Saya bukan menangisi kepergianmu, tapi saya menangisi keadaan kita yang sampai sekarang belum membaik, ntah karena kedua-duanya dari kita memiliki ego yang sangat kuat sehingga komunikasi terpustus seketika, saya juga tidak punya hak untuk menghentikan langkahmu untuk mengejar cita-cita di Jatinangor sana, sudah saya kalahkan perasaan ini untuk terlihat baik-baik saja didepan semua orang terutama kamu. Kamu tau? Gimana rasanya orang yang kamu sayang menghilang tak bak ditelan bumi? Padahal masih dalam satu kota yang sama. Gimana bingungnya saya menjawab pertanyaan demi pertanyaan yang dilontarkan dari mulut papa mama mengenai dirimu kak? Harus berapa kali lagi mulut ini berdusta menjawab pertanyaan dari kedua orang tuaku? Harus berapa lama saya menahan  perih dihati ketika saya bicara dusta kepada orang tua saya tentang dirimu saat ini? Kalau saja kamu bisa mengerti sedikit saja tentang saya kak.
Bukankah kita kenal secara baik-baik? Kenapa detik-deik sebelum kamu pergi kita harus begini? Saya paham amarah yang kamu tunjukan waktu itu, saya sengaja menulis tentangmu diakun saya sendiri dengan maksud AGAR KAMU TAU sejak kamu memlih status kita hanya teman perasaan ini seakan-akan hanya jadi mainanmu yang bisa kamu gunakan ketika kamu perlu saja. Bukan dendam atau semacamnya saya menulis tentangmu, saya tak pandai menceritakan hal pribadi saya ke banyak orang sekalipun dengan orang tua sendiri apalagi teman, meskipun teman dekat yang bisa saya percaya ada yang mungkin mereka bisa meminjamkan bahu mereka untuk tempatku mencurahkan segalanya, tapi tidak bisa, saya ingin yang bersangkutanlah yang tau, dan kamu, kamu harus tau ini semua sesaat sebelum kamu pergi.

"Buatmu"

Ayolah kakak... jarak kita ini udah jauh, kalau bukan komunikasi yang stabil dan baik-baik aja, apalagi yang harus kita perbuat? Mama nanyain kamu hampir tiap hari lhooo.. kamu gak ngertikan gimana bingungnya saya mencari alasan untuk menjawab setiap pertanyaan tentangmu? :"

Senin, 15 Juli 2013

"Cukup Saya"

Hanya menunggu kabarmu dari ujung telpon.
Hampir setiap malam saya melihat layar handphone yang tak pernah jauh dari genggaman, orang yang ditunggu selalu tidak menyadarinya, apakah saya salah menitipkan sebongkah hati kepadamu? Saya paham akan kesibukanmu diasrama sana, saya juga sangat paham kita dibatasi dengan jarak yang jauh, tapi tidakkah kamu berpikir ada diposisi saya? Delapan bulan yang lalu, saya hanya mendengarkan paparan argumenmu untuk melepas semua yang ada, "kita" tidak lagi satu, hanya kamu sendiri yang menginginkan itu terjadi, sedangkan saya? Saya hanya diam membisu sambil menahan derai air mata yang jatuh diujung telepon, saya mencoba imbangi apa yang kamu mau, semua yang saya lakukan demi kamu sampai-sampai perasaan saya sendiri tidak saya hiraukan, betapa rapuhnya hati ini ketika orang yang saya sayang mengakhiri semuanya, ntah apa yang ada dipikiranmu saat itu, saya berusaha membunuh ego yang ada didiri ini. Kemana hati kecilmu? Kepercayaan yang saya beri padamu hancur seketika, apa kamu pikir hati ini bisa kamu setting semaumu sehingga bisa kamu gunakan ketika kamu butuh? Perasaan saya sama seperti perempuan yang lain, yang dengan mudahnya rapuh ketika dikecewakan, tapi jika ini maumu, jika ini yang membuatmu bangga, lakukanlah semaumu sampai kamu mencapai titik puas, sehingga tidak ada lagi Annisa Annisa lain yang merasakan ini, cukup saya.

Hanya sepotong curahan hati yang tidak perlu kamu tahu.

Dunia maya, yah.. disini kita dipertemukan, disini pula kita pernah membagi kisah yang sebelumnya tidak pernah saya bayangkan.
31 Agustus 2012 masih melekat diingatan saya, ketika media chatting kamu gunakan untuk kita saling menyapa. Perkenalan kita memang bisa dibilang instan, dari kepolosan dan kejujuranmu mebuat saya percaya bahwa kamu pria yang tepat, kamu selalu mengisi suasana sehingga saya selalu nyaman jika didekatmu meski jarak kita jauh meskipun berada disatu kota yang sama. Tapi saya tidak bisa memaksakan perasaan saya sendiri karena waktu itu saya juga tidak tahu apa kamu juga memiliki perasaan yang sama seperti saya. Maaf jika rasa sayang saya sampai saat ini masih begitu kuat sampai rasa ego ingin memilikimu masih berselimut didiri saya.
Pesan-pesan kecil yang kamu bisikkan melalui suara ataupun pesan singkat masih saya ingat sampai saat ini, panggilan "bocah" darimu yang membuat saya terseyum kecil ketika mendengarnya, itu juga yang membuat hati ini meronta melawan rindu yang tak kunjung usai, tapi sayang kamu tak mengerti sama sekali tentang ini meskinpun telah berkali-kali saya memberimu kode agar kamu mengerti bahwa yang menyangkut dengan perasaan saya bukanlah permainan.
Banyak hal yang saya dapat setelah hampir setahun kita berkenalan, mulai dari senang, sedih, kecewa, hancur, hingga dikasari belum lama ini, semua kamu ajarkan kepada saya tanpa saya tahu apa tujuanmu. Pesan singkatmu yang berisi kekesalan, amarah yang meledak masih sampai sekarang belum bisa hilang dari ingatan meskipun pesan itu sudah saya hapus agar air mata ini tidak menetes kesekian kalinya membaca pesan darimu itu.
Kakak, jujur sebelum kamu pulang saya ingin bertemu walaupun mungkin ini untuk yang terakhir kalinya, saya ingin hubungan kita membaik seperti kemarin-kemarin.