Senin, 02 November 2020

Rumahku, Bahagiaku.

Saya dibesarkan dr kedua orang tua sederhana bkn dr banyaknya harta.

Saya dibesarkan dgn cukup kasih sayang dan perhatian hingga saat ini.

Salah satu rasa syukur tak terkira adalah saya dibesarkan didalam keluarga yg bisa menerima pendapat, mengeluarkan uneg2, mengungkapkan rasa cinta, serta org tua saya bisa menempatkan dirinya sbg betul2 org tua, sbg teman bahkan sebagai sahabat utk saya dan saudara kandung saya.

Dan saya dikenalkan sedari kecil apa itu agama, hingga saya tumbuh dan dibesarkan tidak memandang status sosial kpd org lain krn kedua org tua saya bukan org tua yg silau akan materi.


Hingga suatu hari saya bertemu seorang ibu yg awalnya saya tetap berpikir sama seperti ibu saya dirumah.

Semakin mengenal semakin saya paham ternyata 360° berbeda sekali dr org tua pada umumnya.

Beliau benar berpendidikan, memiliki karir yg baik sblm pensiun, bahkan mungkin barang yg tidak ada drmh saya itu ada didalam rmh beliau krn semua tercukupi, dan ketika berbincang terlihat paham sekali dgn agama.

Namun dibalik itu semua, nama saya pernah dijajakan dihadapan org ramai dan beliau menyampaikan hal yg tidak sesuai dgn kenyataan yg ada dan semakin kesini keluarga saya yg dijadikan topik pembicaraannya.

Perihal penghasilan saya, penghasilan org tua saya, jabatan org tua saya, type rumah yg saat ini saya tinggali, bahkan sampai pesangon org tua saya harus menjadi topik pembicaraan beliau yang sampai hr ini saya tidak paham letak kepentingan utk diri beliau dr semua pertanyaan itu.

Hingga beliau terucap bahwa saya bekerja dikantor yg belum pasti hingga rmh yg saya tinggali itu kecil sempit sesak dan beliau tidak tahan dgn tinggal dirumah seperti itu.


Semua yang keluar dr mulutnya adlh hal materi.

Sejak saat itu saya menepis hal-hal baik yg saya tujukan kpd beliau.

Harga diri saya dan keluarga, di hina.

Dengan melibatkan saya dan klrg saya, beliau seperti tidak percaya adanya Tuhan, beliau seperti tidak percaya bahwa yg bernyawa dibumi sudah dijanjikan rezekinya masing-masing oleh Tuhan, beliau seperti mahir membaca masa depan seperti apa pdhl kita semua tidak ada yg tau kejadian apa yg akan terjadi di hari esok lusa.


Saya paham, saya bkn dr keluarga yg bergelimang materi. Orang tua saya juga bukan pejabat tinggi, hanya pegawai swasta biasa dan ibu rumah tangga.

Saya pun paham, rumah saya dan isinya tidak ada apa-apanya.

Namun yg perlu ibu tau, kami bahagia dgn apa yg kami punya.

Rumah kecil yg katanya sempit sesak itu, tempat saya bertumbuh dan dibesarkan.

Rumah kecil yg ibu hina itu, dalamnya penuh kehangatan dan kasih sayang hingga hari ini.

Orang yg ada didalam rumah kecil yg ibu hina itu, tidak pernah menghina keluarga ibu krn kami paham dunia ini bersifat sementara.

Rumah kecil yg ibu hina itu, tidak memikirkan cicilan hutang demi gengsi.

Dan rumah kecil yg ibu hina itu, pernah menerima baik anak ibu dgn apa yg kami punya.


Saya pernah bertemu dgn berbagai sifat orang, hanya baru kali ini saya bertemu dgn sosok yg luar biasa maha segalanya.

Terimakasih sudah memperlakukan saya dan klrg saya dgn cara seperti itu ya bu, hingga kami tau kualitas dr klrg ibu seperti apa.

Semoga tidak ada keluarga lain yg ibu hina dan ibu anggap remeh.


Dari kami, yang berumah kecil.

Rabu, 27 Mei 2020

Tuhan yang tau aku mencintaimu dengan sungguh, mas.

Buatmu yang sampai hari ini selalu jadi bahan pembicaraanku dengan Tuhan.
Maafkan aku yang belum bisa menahan semua sendiri, aku butuh yang namanya tempat bicara, aku butuh yang namanya pendengar, dan aku butuh yang namanya kamu.
Maafkan aku dengan sangat terpaksa menulis disini sebab tak ada pilihan lain untuk menuangkan segala isi kepalaku selain disini.

Padahal aku sudah berjanji pada diriku sendiri tak akan menulis lagi, aku sudah bahagia denganmu, aku sangat beruntung bertemu dengan seseorang yang lebih dari keinginan dan kebutuhanku. Tuhan selalu punya rencana baik setelah Dia mematahkan hatiku kemarin.

24Agustus2019, segala isi pikiran dan hati sudah kusampaikan malam itu. Aku mengambil resiko besar dengan mempersilahkan kamu datang dan masuk di kehidupanku. Tak ada yang salah memang, karena Tuhan yang punya andil disana.
Sejak hari itu, perlahan aku semakin baik, semoga kamu juga begitu. Tak ada kata tak pantas untuk kita berdua dipertemukan.

Bulan berganti hingga hari ini, selisih paham, beda pendapat tak jarang terjadi.
Mas, aku paham hatimu baik, tak ingin sedikit pun menggores luka untukku, aku paham kita ini sedang berada ditahapan proses.
Hanya aku tak paham yang ada dipikiranmu sekarang, berucap ingin pergi dengan alasan tak ingin menyakiti lebih jauh.
Sejauh ini apa kamu tak bisa melihat aku sudah bahagia denganmu? Bukan dengan materi kamu memberikan bahagia itu, tapi dengan hal kecil saja sudah cukup untuk membuatku tenang berada didekatmu. Karena susah menemukan seseorang yang membuat diri ini tenang, dan kamu berhasil dengan hal itu.
Kamu bilang belum bisa memberikan kebahagiaan, omong kosong. Dengan apa adanya kamu, dengan kesederhanaannya kamu justru yang membuat aku tak bisa jauh.
Sejauh ini apa kamu tidak bisa merasa aku yang bangga punya pasangan sepertimu? Banyak orang lain yang ingin berada diposisiku tapi mereka tak bisa krn tak diberi izin darimu untuk masuk dikehidupanmu.
Sejauh ini apa kamu tak bisa melihat kedua orang tuaku perlahan bisa luluh dengan sikap santunmu?
Maaf jika semua itu belum bisa ku balas satu persatu semua kebaikanmu, karena dipertemukan denganmu adalah hal yang tak pernah ku duga sebelumnya. Maaf pula namamu selalu ku bawa dalam setiap sujudku, hanya memintamu agar selalu bahagia lahir batinnya, dan lain sebagainya.

Aku sangat paham kita berdua ini punya kelebihan dan kekurangan. Apa iya dengan kekurangan yang kita miliki menjadikan keputusanmu itu sebagai jalan keluar satu-satunya?
Kita ini team, satunya lemah satunya menguatkan. Satunya punya kekurangan, satunya menutupi kekurangan itu.

Mas, kalau kamu baca ini mungkin terlihat berlebihan tapi ini yang sebenar-benarnya isi perasaan dan pikiranku.
Aku yang mengizinkanmu masuk karena aku mau kita hingga menua bersama dengan segala halang rintangnya, aku mau terus menjadi pasanganmu dalam kondisi apapun. Tolong jangan halangi ini, aku sudah berjanji dengan diriku akan selalu membuat kita bahagia apapun caranya.

Dengan sikapmu yang seperti sekarang ini, menjauh, diam, justru membuatku hancur perlahan, seperti tak diberi kesempatan untukku perihal hubungan ini, seperti tak ada nyawa untuk bisa kembali menjalani semuanya seperti awal kita memutuskan untuk berjalan bersama.

Aku butuh kamu untuk berjalan lebih jauh di bumi ini, aku butuh kamu untuk menuntunku, aku butuh kamu bukan sekedar teman cerita tapi aku butuh kamu sampai ke Jannah nanti. Tuhan yang tau aku mencintaimu dengan sungguh, mas.

Rabu, 07 Agustus 2019

Jika nanti ada kehidupan baru, ijinkan dia menjadi takdir saya.

Mari kita mulai malam ini.
Maafkan aku sudah sekian purnama tidak berkunjung kesini, lebih tepatnya semenjak terhapusnya segala memori tentang dia yang tak berhati.
Tidak sepenuhnya memang, tapi semakin hari aku semakin baik. Bersyukur teramat sangat ketika Tuhan mematahkan hatiku. Berulang kali aku berterimakasih telah membuka mata, pikiran bahkan logika ku yang sempat macet saat itu kini sudah jauh lebih membaik.

Masih ada rasa cemas, khawatir hal itu akan terjadi lagi biarpun dengan sosok yang berbeda. Aku tak menepis ketakutan itu adakalanya datang menghampiri, membuat pikiranku mengingat apa yang sudah lewat kemarin. Tujuanku hanya ingin bertemu dia yang memang bisa menerimaku, terlebih dengan segala kekurangan yang kupunya.

Beberapa minggu lalu aku bertemu dengan seorang pria yang sebetulnya sudah lama aku kenal, hanya saja ketidak pedulianku dulu dengan orang sekitar yang teramat sangat karena terlalu asyik degan aktivitas ku sendiri. Jahat memang ku pikir, kenapa baru sekarang aku bertemu denganmu, kenapa tidak dari dulu saja agar hatiku baik-baik saja semenjak denganmu.
Aku tak mau mengharap lebih, yang ku tau teman wanita mu tidak mungkin hanya 1 atau 2, yang menginginkan mu juga tidak mungkin hanya 1 atau 2, sudah pasti pengagummu banyak.
Saat ini aku hanya nyaman bisa berteman denganmu, bercerita hal yang ringan, bisa membuat tertawa yang aku saja hampir lupa bagaimana caranya menghidupkan letupan kecil saat kita berjumpa walau hanya via whatsapp.
Aku tau kamu tidak akan membaca ini, tapi aku membawa namamu hampir disetiap malam saat ku berbincang dengan Tuhan, tak apa untuk saat ini aku tak bisa memilikimu, tidak bisa menyayangi secara langsung, mungkin dari kejauhan aku bisa melihatmu. Tapi tak henti aku meminta dengan meminjam namamu disepertiga malam dengan basah dipipi jika nanti ada kehidupan baru, ijinkan dia jadi takdir saya.


Pontianak, 07 August 2019
-A.S-

Rabu, 29 Mei 2019

Kalau kamu bisa menemukan bahagiamu, apalagi aku :)

28 MEI 2019
Baru pertama kalinya seumur hidup, ditemukan dengan manusia yang tak pandai menghargai.
Maaf aku tak akan menceritakan detailnya, karena tak ada gunanya juga.
Begini, saat 12 April 2019 lalu, ntah kenapa aku harus lebih kuat dari biasanya, aku harus lebih tangguh dari biasanya, pundakku harus lebih kokoh dari biasanya, otakku harus lebih bekerja keras dari biasanya. Amarah yang seharusnya bisa ku lepas sudah tak kuasa ku tahan tapi tetap harus ku tahan, aku bisa saja meledak bak granat, tapi untuk apa? Aku tak mahir dalam meluapkan emosi, aku tak pandai dalam mengungkapkan. Aku bisa sedikit terbuka dengan jemariku disini.

Sejak hari itu, perasaan marah, kesal, sesak, tak rela, sedih, bingung, semua jadi satu. Aku tak paham apa rencana Tuhan setelah ini, aku yakin pasti lebih baik dari ini. 42 bulan aku mengenalnya, separuhku ada apanya, dengan segala daya upaya yang ku usahakan untuknya selalu, tak ada dalam kamusku menyerah, tak ada dalam kamusku untuk berhenti, apalagi mengkhianati. Tapi Tuhan tau apa yang sebetulnya aku butuhkan, yang selama ini aku anggap baik ternyata tak baik dimata Tuhan.
Dia tak baik untukku.

Benar Tuhan mendengar apa yang sering kuceritakan setiap kali dalam sujud, aku ingin hatimu lembut tak sekeras ini, aku ingin kamu bisa bertutur kata lembut dan memperlakukan perempuan dengan hati-hati, aku ingin amarahmu tidak meledak-ledak ketika kita sedang dalam selisih paham, aku ingin Tuhan memudahkan langkahmu ntah itu kita sedang dalam kota yang sama ataupun berbeda, aku ingin menjadikan diriku sendiri yang bisa diandalkan olehmu, aku ingin tak habis-habisnya berusaha untuk kita berdua. Tapi Tuhan menjawab doaku dengan cara yang lain, Tuhan membuka mataku bahwa nama yang sering kusebut bukan orang yang tepat buatku.

Harusnya aku sadar sedari awal, sinyal-sinyal tak baik seharusnya aku bisa menangkapnya.
Tak tulus, iya, aku menyebutnya tidak tulus, semua yang sudah lewat masih terus dibicarakan, semua yang sudah terjadi masih menyalahkanku.
Perihal orang tua, harusnya aku sadar dari awal bahwa tak diterimanya aku disana tapi dasar aku yang keras kepala masih saja berusaha untuk mengunjungi mereka.
Mendua, untuk hal ini aku tak menyangka sama sekali. Rasanya seperti separuh nyawaku hilang, remuk, berantakan, tak utuh lagi. Ntah apa maksud Tuhan dari ini semua, baru kali ini aku merasakan begitu kecewa, baru ini aku merasakan sakit yang bertubi-tubi, baru ini aku merasakan luka yang lebar menganga nyaris bernanah, baru ini aku merasakan dikhianati yang teramat sangat. Mau marah kepada siapa? Mau berkata ini tak adil? Terlambat!
Aku hanya jadi boneka yang dimainkan ketika rasa bosanmu menyapa. Maaf, menahan sabar pada manusia yang tak pandai menghargai untuk apa? Aku sedikit paham, betapa menyebalkan berada posisi seperti itu. Sabar, hanya bisa sabar. Tetapi mau sampai kapan?
Sabar seharusnya tak semenyebalkan itu, sabar seharusnya tak merugikan diri sendiri. Banyak waktuku yang terbuang, tenaga terkuras, pikiran goyang luluh lantah. Sekali lagi, untuk apa dan mau sampai kapan?
Kemarin aku merasakan diposisi itu, tapi aku mencoba untuk tidak berlarut-larut, sebab aku berpikir, pengabaian menyadarkanku untuk tidak memaksakan keadaan, untuk mengerti bahwa hati punya pilihannya sendiri. Lalu untuk apa mengejar bila dia selalu menghindar? Untuk apa menanti bila dia tak ingin kembali? Untuk apa bertahan bila dia memilih mengabaikan?
Aku seharusnya sadar dari awal.

Aku pernah berjuang melawan egoku sendiri untuk terus memberimu maaf pada sebuah kesalahan yang sama, aku pernah menjadi seseorang yang rela membagi waktuku utnuk menunggu sebuah kabar selepas kamu bersenang-senang tanpaku, aku pernah membatin dan menohok diriku sendiri ketika kudapati kenyataan dibelakangku kamu memutuskan untuk mendua, aku pernah merasa menjadi seseorang yang paling dipenuhi rasa sabar ketika ku ketahui sebuah kenyataan bahwa dihatimu bukan hanya diriku.

Memang aneh rasanya ketika semua hal yang tidak mengenakkan menjadi konsumsi pribadi, menelannya secara utuh dengan pandangan orang lain yang terus baik terhadapmu. Aku melindungimu dan mempertaruhkan nama baikku hanya demi menyelamatkanmu.
Mungkin kamu tak akan pernah menyadari bahwa disampingmu ada seorang yang berdiri dengan begitu tegak dan relanya hanya untuk menopangmu, karena kamu terlalu sibuk memperhatikan seseorang yang sudah jelas masa lalumu, tapi tetap kehadirannya berlabel pencuri dan kamu rela melepas semua yang sudah kita bangun bertahun-tahun.

Aku tak mengerti apa maksud kembali lagi pada masa lalu, untuk apa kembali pada orang yang sudah pernah berkhianat pada kita, untuk apa mengulang kembali masuk ke lubang yang sama.

Untuk kembali pada keadaan "baik-baik saja" sampai saat ini benar-benar tak mudah, ada rasa trauma yang teramat dalam yang akhirnya hidup dibenakku setelah kejadian itu, tapi tak apa, kamu tak usah cemas dengan keadaanku sekarang, menyusun kembali apa yang sudah kamu buat patah kamu buat remuk kamu buat berantakkan itu tugasku sendiri, kamu tak perlu tau bagaimana aku memperbaiki sendiri, biarkan semua waktu yang akan jadi obatku.

Terimakasih banyak sudah meberi satu warna dalam hidupku kemarin, sebelum kamu hadir memang hidupku sudah berwana, jadi saat kamu memilih pergipun aku tak merasakan hidupku hilang semuanya, mungkin kebiasaan yang hilang tapi semoga aku bisa menghilangkan kebiasaan itu.
Ini hanya sekedar mengulang ingatanku sedikit,
2015 silam, saat itu kamu cerita telah dikhianati, lalu aku menyemangatimu sampai kamu semangat kembali. Tapi apa yang ku dapat? Banyak hati ku patahkan demi pria yang ternyata mematahkan hatiku sendiri.
Terimakasih untuk kamu yang dulu pernah buatku terbang berkali-kali.
Terimakasih sudah memberikan keputusan terbaik, walaupun saat itu aku belum mengerti letak kebaikannya.
Terimakasih sudah memperlihatkanku bahwa sebagai manusia kita hanya sanggup berencana dan Tuhanlah yang akan menentukan.
Terimakasih sudah pergi diwaktu yang tepat, aku tak menyesal walau saat itu aku merasa sudah terlambat.
Kalau kamu bisa menemukan bahagiamu, apalagi aku :)Kalau sebelum mengenalmu saja aku bisa bahagia, apa bedanya bahagia jika tanpa kamu?
Karna aku juga sangat pantas untuk bahagia.
Tapi aku tak pernah menyesal pernah sebahagia itu dengan pria yang akhirnya memilih orang lain daripada aku.
Hidup banyak mengajarkanku apa arti tulus sebenarnya, apa arti kejujuran sebenarnya, apa arti menghargai wanita seutuhnya, terlebih jika aku teruskan berjalan denganmu aku bisa luka dalam sewaktu-waktu karna kasarmu yang tak kunjung mereda meski sudah bertahun-tahun kita lewati bersama.

Suatu saat pasti kamu akan mengerti siapa yang paling mencintaimu dengan utuh.


-AS-

Rabu, 28 Desember 2016

Yang Ku Kenal Sekarang Itu Bukan Dirimu Yang Dulu

Derasnya hujan seakan mengerti apa yang kusimpan, sesak, bahkan air mata yang jatuh tak tertahan ketika semuanya muncul dipikiranku.
Siapa yang tak inginkan pertemuan?
Siapa yang tak inginkan hubungannya bahagia?
Siapa yang tak inginkan kedua keluarga bisa terima kita dalam kondisi apapun?
Beribu pertanyaan dikepalaku yang sampai detik ini ingin kukemukakan padamu tapi tak bisa.

Kemana kamu yang dulu?
Kemana sikap lembutmu?
Sekarang yang kulihat hanyalah kasar, egois, nada suara yang tinggi, keras kepala, yang kutahu semua itu bukan dirimu yang dulu.

Aku pernah merasakan jarak jauh dan aku memaklumi, tapi padamu, yang terpaut dengan waktu 20menit dari sini apakah harus ku maklumi sama persis dengan ceritaku dulu?
Apa aku hanya tempatmu ketika masa sulitmu datang?
Apa aku hanya tempatmu ketika waktumu kosong?
Dan yang tersayat dari hati ini yang ku tahu aku bukan dianggap keluarga oleh keluargamu setelah setahun lebih aku disampingmu.
Asing, kaku, cemas dan masih banyak sekali yang ku rasa tiap kali berhadapan dengan keluargamu dan benar saja aku "asing" disana.

Kenapa semua sekarang seperti ini?
Kenapa semuanya tak seiring yang ku ingin?
Kenapa ini semua aku yang harus rasakannya?
Sebenarnya tujuanmu itu apa dengan mengenalku?
Tak terhitung jari perubahanmu yang drastis, membuat hati ini kadang tercabik ingin meronta merejam sikapmu yang tak seperti awal ku kenal.

Aku tau semua yang memiliki status pasti menginginkan pertemuan, tapi mungkin tidak denganmu.
Sebuah pertemuan mungkin hal tabu bagimu, terus memintaku untuk selalu mengerti waktumu sulit dibagi, sulit karena tugas, sulit karena sakumu, sulit karena hal-hal lain yang tak bisa ku paparkan setiap kali aku merengek pertemuan.
Dengan semua ini, apakah kamu masih layak menekanku untuk selalu mengerti keadanmu disana?
Bahkan hal kecil seperti bicara padamu banyak sekali halangannya, apalagi sebuah pertemuan? Mungkin jika aku didekatmu akan dirajang setajam omonganmu yang kadang sering membuatku meneteskan air mata setiap kali mendengarnya.
Air mata yang jatuh tiap kali perih itu muncul, sakit memang tapi bagaimana memberitahumu akan hal ini?

Bahagia rasanya melihat pasangan yang bisa diterima oleh keluarga dari pasangannya masing-masing, tidak direndahkan, tidak pula dibandingkan, tapi tak apa mungkin memang aku yang dituntut harus begini sampai nanti kamu sadar bahwa setiap hubungan menginginkan sebuah pertemuan, menginginkan diterimanya kedua dari kita oleh keluargamu bahkan keluargaku.

Berbahagialah abang dengan sekitarmu dan itu bukan dengan
Aku

12:20am, Kamis 29 Desember 2016

Minggu, 07 Juni 2015

Lalu Ucapmu?

"Iya bawel bentar lagi" ucapnya yang sudah tidak terdengar lagi sampai detik ini.
Hey kak, bagaimana kabarmu disana? 
Bagaimana rupamu sekarang? Masih samakah seperti pertama kali kamu menginjakkan kaki dirumah adek? 
Masih samakah nada suaramu yang tidak pernah kasar selama kita kenal? 
Masih samakah tingkahmu yang konyol seperti biasa kita bertemu via telepon? 
Masih samakah hatimu sejak ada perempuan lain yang mengisi karena dipersilahkan masuk olehmu?
Tentu tidak sama ya? Adek paham kok :)

Tentu kamu tau adek disini bertahan sendiri kurang lebih tiga tahun karena punya cita-cita bersamamu.
Tentu kamu paham dengan segala rintangan yang harus kita lewati terlebih jarak yang terpaut jauh dari Kalimantan ke Maluku.
Tentu kamu tau bahwa ini tak akan mudah.

Sudah kamu beri rasa nyaman selama kita kenal.
Sudah buat adek percaya penuh padamu meski jarak pandang kita terbatas.
Sudah buat adek kuat karena harus mematikan ego ketika rasa rindu tak bisa adek tahan.

Adek jahat ya kak?
Sudah menjaga hati selama kamu tinggalkan kota kecil bumi khatulistiwa ini hingga kamu lulus sampai kamu sudah mapan dengan status abdi negara dikota asalmu.
Sudah membentengi diri agar selalu menjaga perasaan adek disni agar tak tergoyah dengan orang-orang yang mencoba mendekat disini meski kamu tak pernah tau.
Sudah mensupport diri sendiri karena orang-orang sekitar adek banyak yang mencibir mustahil bahwa jarak jauh akan berhasil.
Sudah percaya bahwa kamu juga akan melakukan hal yang sama seperti adek menjagamu dari kejauhan.

Adek masih jahat ya kak?
Menunggumu pulang itu mimpi terbesar adek, seperti katamu "kakak ga bakal tinggal disana dek cuma kalau memang jadi kakak kesana minta izin kedua orang tuamu".
Ucapan itu hanya obat penenang buat adek kah? Racun kah? Atau sebagai senjata bersilat lidahmu kak?
Sampai bisa buat adek percaya, adek pegang omonganmu.
Tapi apa?

Hancurnya hati adek tak akan bisa kamu pahami, karena kamu tak merasa sakitnya berjuang sendiri sementara kamu disana dengan perempuan lain, kamu tak merasa apapun sudah adek kalahkan termasuk ego sendiri demi kita bisa sama-sama, kamu tak merasa dihempas setelah ± 3 tahun kita kenal, dan kamu tak merasa pipiku selalu basah ketika merapel namamu dalam shalat malamku, meminta-Nya agar suatu hari usaha kerja keras kita ini bisa membuahkan hasil yang manis, tidak ada lagi jarak, tidak ada lagi rasa rindu yang memuncak, tidak ada lagi batas yang menghalangi, tidak ada lagi derai airmata yang jatuh ketika ego harus dimatikan.

Kak, ntah apa yang ada dipikiranmu sekarang.

Adek sudah berjanji untuk tidak menulis lagi tapi kamu yang membuat ini semua.
Kamu mengataiku dengan "pikiranmu kalau mau maju ya harus ambil langkah ini dek, jarak kita terlalu jauh"
Tanpa sedikit melihat kebelakang dengan apa yang sudah kamu berikan, dengan apa yang sudah adek kalahkan, dengan segala yang sudah adek perjuangkan, demi kamu demi adek demi kita.

Semudah itu dapat pengganti disana?
Semudah itu bisa melupakan semua?
Semudah itu mengatai adek?
Semudah itu terpaut hatimu dengan perempuan lain?

Doa adek ga putus buatmu kak, bahagialah kamu disana, 
kelak kamu akan tau rasanya ditinggal hidup-hidup oleh seorang yang kamu perjuangkan mati-matian, 
kelak kamu akan tau rasa yang kamu beri sudah adek pupuk sampai subur namun kamu beri racun agar mati karena khianatmu disana, dan 
kelak kamu akan tau siapa yang paling mencintai dan setia meski dihadapkan dengan hal yang paling sulit dalam hidupmu.

Pontianak, 7 June 2015
Buatmu yang jauh disana,
M. RIZKI AHMAD ❤

Sabtu, 02 Agustus 2014

Praja Dari Timur.

Ntah kenapa malam ini, aku sudah berjanji pada jari-jariku ini agar tidak mengetik satu demi satu kata di dalam blogku ini. Aku berjanji agak tidak membahas apapun terlebih kamu, PRAJA DARI TIMUR.
Ntah apa yang ada dipikiranmu, tak hanya sekali kamu buat patah, tak hanya sekali kamu buat nanah, tak hanya sekali kamu buat remuk, sampai kamu buat mati anugrah yang diberi Allah ini (hati).

Sudah hampir dua tahun kita sama-sama, meski setahun belakangan ita terpisah kota, kita terpisah waktu.
Apakah jarak akan selalu membuat suatu hubungan terputus?
Apakah komunikasi selalu menjadi yang utama dalam suatu hubungan?
Apakah kepercayaan juga menjadi alasan suatu hubungan?
Apakah rasa rindu juga dapat muncul dalam suatu hubungan ketika tak terlihat mata?
Apakah rasa cemburu membakar suatu hubungan yang dipertahankan lama?
Apakah pihak lain muncul dalam suatu hubungan itu salah?
Dan apakah kata berpisah akan mengakhiri semuanya?!

Kamu harus tau Kakak.. aku disini berjuang demi kamu, demi kita!!
Kalau memang kamu juga bertindak dengan hal yang sama,
aku yakin kita bisa lewat lorong yang gelap ini,
kita hadapi jarak yang memisahkan kita dari WIB hingga WIT.

Aku sempat punya mimpi bersamamu hingga berbagi cerita hidup bersama hingga usia senja,
hingga kita bermusuh dengan JARAK, hingga kita membunuh PERBEDAAN JAM.

Sampai hati kamu membiarkan membiarkan luka yang kamu buat sendiri, yang kamu inginkan sendiri, hingga mau memberitahumu pun aku tahu bagaimana caranya, sampai luka ini harus aku yang berjuang sendiri agar sembuh ntah butuh berapa lama. Bukan hak ku menyalahkan waktu, bukan hak ku menyalahkan keadaan, tapi wajar jika hati yang sudah kutaruh padamu jika bukan kamu yang merusaknya hati ini tidak akan seperih ini, tak akan tersususn kata demi kata seperti ini.

Bukan hanya sekali kamu buat luka yang sudah hampir kering kamu buat bernanah lagi dengan segala tingkahmu, dengan segala egomu.
Maaf, tapi ini yang aku rasa, jika memang kamu anggap ini berlebihan itu terserah padamu anggap saja "perasaan adek aja tuh" kata yang selalu kamu bilang untuk menutupi semua.

Ntah apa yang terjadi ditempatmu sana sampai membuatmu manouver seperti ini, apakah ada orang lain disana hingga kamu seperti ini?? ahh ntah lah.. aku percaya padamu sampai saat ini meski kadang rasa jenuh, capek, muak dengan sikapmu yang dalam beberapa hari ini kau buat menjadi pemicu munculnya pikiran-pikiran yang tak wajar buatmu disana.

Mungkin banyak orang harus merasakan terluka terlebih dahulu untuk bisa menulis..
Mungkin begitu pula denganku..
Mungkin kamu alasanku untuk bisa lancar menulis..
Terima Kasih
PRAJA DARI TIMUR