Assalamualaikum kakak.
Saya ingin menyapamu dengan sederhana meskipun hanya pesan singkat, bukankah itu yang membuatmu tenang kalau saya baik-baik saja disini? iya, meskipun saya selalu berharap kamu membalasnya.
Saya masih ingat dan saya masih menyimpan pesan singkat yang kamu kirimkan dulu saat saya terbangun dari tidur, mengingatkan saya jangan pernah tinggalkan sholat.
Selamat siang kak.
Dari pagi saya menunggu kabarmu disana, tapi ntahlah kakak kemana, saya selalu berfikir kamu baik-baik saja disana. Saat ini mungkin kamu masih suntuk dengan segala rutinitasmu selama diasrama sehingga rindu akan suasana rumahmu disana dan tenggelam dalam kasih sayang kedua orang tuamu, tidak masalah bagi saya, selama kamu baik-baik saja disana. Saya selalu berpikir positif, saya tidak akan meminta banyak waktumu dan sudah seharusnya saya tidak menuntut banyak hal, bukankah kamu yang mengajarkan kedewasaan ini pada saya kak?
Tapi semakin kesini, sadarkah kamu kaau rindu ini hanya sepihak? Hanya saya yang mengalami ini, hanya saya kak.
Dulu kamu rutin mengingatkan saya agar tak lupa sholat, makan malam dan banyak hal, sayapun begitu, tapi sekarang keadaan memang berubah. Kamu menghilangkan kebiasaan "mengingatkan agar tak meninggalkan sholat itu" sementara saya? saya masih mengingatkanmu, bukankah ini sepihak?
Assalamualaikum kakak, selamat malam.
Sebenarnya saya ingin bercerita banyak hal malam ini, tapi tetap saja kamu tak peduli, itu yang membuat saya harus sadar diri. Mungkin kakak lupa akan rutinitas kita dulu yang pernah kita lakukan hampir setiap malam setelah kamu selesai melaksanakan apel malam di kampusmu, diatas jam 9 malam saya atau kamu yang menghubungi duluan, bercerita banyak hal dan apa yang akan kita lakukan keesokan harinya, semua ini kenangan kak............
Entah dari rutinitas ini sudah kita lupakan dan tak kita lakukan kembali, saya tak pernah bosan dengan rutinitas itu karena saya lega bisa berbagi cerita yang tak mungkin saya bagi keteman-teman disekitar saya disini, itu yang membuat saya yakin padamu, setidaknya setiap malam kamu menelpon saya seakan jarak kita begitu dekat hingga membuat diri ini betah didekatmu dengan suaramu itu, rindu yang tak saya inginkan memuncak dan membuat sesak dihati ini, sadarkah kamu kak?
Saya bukan mengeluh, saya bukan mengajakmu untuk memperbaiki hubungan kita, bisa kamu tenangkan pikiranmu disana, jauh dari hirup pikuk rutinitas yang selama kurang lebih 2,5 tahun kamu disini lalu kamu mainkan ingatanmu dengan apa yang pernah kita lakukan dulu, dulu saat dimana kita mengawali hubungan ini. Jika ingatanmu sudah pulih dan tersusun rapih tentang apa yang kita awali dulu sampai saat ini, bercerminlah padanya. Saya sudah jauh-jauh hari saat saya mempertahankamu secara sepihak. Sapaan pagi, siang, sore ketika saya pulang sekolah dulu sampai malam hingga mata ini tak kuat lagi menahan rasa kantuk yang sering kamu lakukan kini semuanya terbalik, saya yang melakukannya dan saya harus melakukannya untuk mengingatkan bahwa hubungan yang sudah tertata rapih itu tidak kita sudahi dengan perbedaan-perbedaan kecil hingga saya, kamu, dan kita, disudahi dengan sia-sia. Lalu kamu kemana? Oh iya, saya lupa kamu sibuk dengan segala rutinitasmu disana untuk menamatkan diplomatmu sehingga membuat saya harus sadar diri.
Sadarkah kamu kak, kalau mempertahankan bukan hanya ada satu saja yang memperjuangkannya? Dan sadarkah kamu kalau setiap hubungan harus ada saya dan kamu? Bukan saya yang mempertahankanmu saja, saya yang selalu mengingatkan komitmen, kepercayaan dan bagaimana mengetahui siapa yang mengabari dan dikabari, komunikasi harus kita pegang erat.
Sekarang, seakan kamu tidak butuh lagi komunikasi layaknya yang kamu lakukan dulu, padahal ada cara yang paling sederhana untuk membuat kamu dan saya percaya "saling memberikan kabar bagaimanapun caranya melalui pesan singkat" itupun kalau kakak mau. Pernahkah kamu berpikir kalau komunikasi yang semakin berkurang saat ini membuat kita menemukan titik yang sama yaitu titik dimana kita sama-sama : JENUH.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar