Rabu, 29 Mei 2019

Kalau kamu bisa menemukan bahagiamu, apalagi aku :)

28 MEI 2019
Baru pertama kalinya seumur hidup, ditemukan dengan manusia yang tak pandai menghargai.
Maaf aku tak akan menceritakan detailnya, karena tak ada gunanya juga.
Begini, saat 12 April 2019 lalu, ntah kenapa aku harus lebih kuat dari biasanya, aku harus lebih tangguh dari biasanya, pundakku harus lebih kokoh dari biasanya, otakku harus lebih bekerja keras dari biasanya. Amarah yang seharusnya bisa ku lepas sudah tak kuasa ku tahan tapi tetap harus ku tahan, aku bisa saja meledak bak granat, tapi untuk apa? Aku tak mahir dalam meluapkan emosi, aku tak pandai dalam mengungkapkan. Aku bisa sedikit terbuka dengan jemariku disini.

Sejak hari itu, perasaan marah, kesal, sesak, tak rela, sedih, bingung, semua jadi satu. Aku tak paham apa rencana Tuhan setelah ini, aku yakin pasti lebih baik dari ini. 42 bulan aku mengenalnya, separuhku ada apanya, dengan segala daya upaya yang ku usahakan untuknya selalu, tak ada dalam kamusku menyerah, tak ada dalam kamusku untuk berhenti, apalagi mengkhianati. Tapi Tuhan tau apa yang sebetulnya aku butuhkan, yang selama ini aku anggap baik ternyata tak baik dimata Tuhan.
Dia tak baik untukku.

Benar Tuhan mendengar apa yang sering kuceritakan setiap kali dalam sujud, aku ingin hatimu lembut tak sekeras ini, aku ingin kamu bisa bertutur kata lembut dan memperlakukan perempuan dengan hati-hati, aku ingin amarahmu tidak meledak-ledak ketika kita sedang dalam selisih paham, aku ingin Tuhan memudahkan langkahmu ntah itu kita sedang dalam kota yang sama ataupun berbeda, aku ingin menjadikan diriku sendiri yang bisa diandalkan olehmu, aku ingin tak habis-habisnya berusaha untuk kita berdua. Tapi Tuhan menjawab doaku dengan cara yang lain, Tuhan membuka mataku bahwa nama yang sering kusebut bukan orang yang tepat buatku.

Harusnya aku sadar sedari awal, sinyal-sinyal tak baik seharusnya aku bisa menangkapnya.
Tak tulus, iya, aku menyebutnya tidak tulus, semua yang sudah lewat masih terus dibicarakan, semua yang sudah terjadi masih menyalahkanku.
Perihal orang tua, harusnya aku sadar dari awal bahwa tak diterimanya aku disana tapi dasar aku yang keras kepala masih saja berusaha untuk mengunjungi mereka.
Mendua, untuk hal ini aku tak menyangka sama sekali. Rasanya seperti separuh nyawaku hilang, remuk, berantakan, tak utuh lagi. Ntah apa maksud Tuhan dari ini semua, baru kali ini aku merasakan begitu kecewa, baru ini aku merasakan sakit yang bertubi-tubi, baru ini aku merasakan luka yang lebar menganga nyaris bernanah, baru ini aku merasakan dikhianati yang teramat sangat. Mau marah kepada siapa? Mau berkata ini tak adil? Terlambat!
Aku hanya jadi boneka yang dimainkan ketika rasa bosanmu menyapa. Maaf, menahan sabar pada manusia yang tak pandai menghargai untuk apa? Aku sedikit paham, betapa menyebalkan berada posisi seperti itu. Sabar, hanya bisa sabar. Tetapi mau sampai kapan?
Sabar seharusnya tak semenyebalkan itu, sabar seharusnya tak merugikan diri sendiri. Banyak waktuku yang terbuang, tenaga terkuras, pikiran goyang luluh lantah. Sekali lagi, untuk apa dan mau sampai kapan?
Kemarin aku merasakan diposisi itu, tapi aku mencoba untuk tidak berlarut-larut, sebab aku berpikir, pengabaian menyadarkanku untuk tidak memaksakan keadaan, untuk mengerti bahwa hati punya pilihannya sendiri. Lalu untuk apa mengejar bila dia selalu menghindar? Untuk apa menanti bila dia tak ingin kembali? Untuk apa bertahan bila dia memilih mengabaikan?
Aku seharusnya sadar dari awal.

Aku pernah berjuang melawan egoku sendiri untuk terus memberimu maaf pada sebuah kesalahan yang sama, aku pernah menjadi seseorang yang rela membagi waktuku utnuk menunggu sebuah kabar selepas kamu bersenang-senang tanpaku, aku pernah membatin dan menohok diriku sendiri ketika kudapati kenyataan dibelakangku kamu memutuskan untuk mendua, aku pernah merasa menjadi seseorang yang paling dipenuhi rasa sabar ketika ku ketahui sebuah kenyataan bahwa dihatimu bukan hanya diriku.

Memang aneh rasanya ketika semua hal yang tidak mengenakkan menjadi konsumsi pribadi, menelannya secara utuh dengan pandangan orang lain yang terus baik terhadapmu. Aku melindungimu dan mempertaruhkan nama baikku hanya demi menyelamatkanmu.
Mungkin kamu tak akan pernah menyadari bahwa disampingmu ada seorang yang berdiri dengan begitu tegak dan relanya hanya untuk menopangmu, karena kamu terlalu sibuk memperhatikan seseorang yang sudah jelas masa lalumu, tapi tetap kehadirannya berlabel pencuri dan kamu rela melepas semua yang sudah kita bangun bertahun-tahun.

Aku tak mengerti apa maksud kembali lagi pada masa lalu, untuk apa kembali pada orang yang sudah pernah berkhianat pada kita, untuk apa mengulang kembali masuk ke lubang yang sama.

Untuk kembali pada keadaan "baik-baik saja" sampai saat ini benar-benar tak mudah, ada rasa trauma yang teramat dalam yang akhirnya hidup dibenakku setelah kejadian itu, tapi tak apa, kamu tak usah cemas dengan keadaanku sekarang, menyusun kembali apa yang sudah kamu buat patah kamu buat remuk kamu buat berantakkan itu tugasku sendiri, kamu tak perlu tau bagaimana aku memperbaiki sendiri, biarkan semua waktu yang akan jadi obatku.

Terimakasih banyak sudah meberi satu warna dalam hidupku kemarin, sebelum kamu hadir memang hidupku sudah berwana, jadi saat kamu memilih pergipun aku tak merasakan hidupku hilang semuanya, mungkin kebiasaan yang hilang tapi semoga aku bisa menghilangkan kebiasaan itu.
Ini hanya sekedar mengulang ingatanku sedikit,
2015 silam, saat itu kamu cerita telah dikhianati, lalu aku menyemangatimu sampai kamu semangat kembali. Tapi apa yang ku dapat? Banyak hati ku patahkan demi pria yang ternyata mematahkan hatiku sendiri.
Terimakasih untuk kamu yang dulu pernah buatku terbang berkali-kali.
Terimakasih sudah memberikan keputusan terbaik, walaupun saat itu aku belum mengerti letak kebaikannya.
Terimakasih sudah memperlihatkanku bahwa sebagai manusia kita hanya sanggup berencana dan Tuhanlah yang akan menentukan.
Terimakasih sudah pergi diwaktu yang tepat, aku tak menyesal walau saat itu aku merasa sudah terlambat.
Kalau kamu bisa menemukan bahagiamu, apalagi aku :)Kalau sebelum mengenalmu saja aku bisa bahagia, apa bedanya bahagia jika tanpa kamu?
Karna aku juga sangat pantas untuk bahagia.
Tapi aku tak pernah menyesal pernah sebahagia itu dengan pria yang akhirnya memilih orang lain daripada aku.
Hidup banyak mengajarkanku apa arti tulus sebenarnya, apa arti kejujuran sebenarnya, apa arti menghargai wanita seutuhnya, terlebih jika aku teruskan berjalan denganmu aku bisa luka dalam sewaktu-waktu karna kasarmu yang tak kunjung mereda meski sudah bertahun-tahun kita lewati bersama.

Suatu saat pasti kamu akan mengerti siapa yang paling mencintaimu dengan utuh.


-AS-